Bagaimana kaum muda di sektor kreatif menghadapi COVID-19

Sektor budaya dan kreatif termasuk yang paling terpukul oleh pandemi. Beragam acara telah ditutup. Konser musik ditunda. Festival film dilakukan melalui daring. Penjualan batik turun hingga 30 persen dan pengusaha kreatif terus berjuang untuk mendapatkan pelanggan.

 

Ekonomi kreatif Indonesia menyumbang lebih dari tujuh persen PDB nasional. Hal ini memacu inovasi perekonomian. Kegiatan ekonominya didasarkan pada kreativitas, keterampilan dan bakat individu yang memiliki nilai ekonomi, dan kegiatan ini berkontribusi pada kesejahteraan sosial. Sekitar 18% kaum muda, berusia antara 16-30 tahun, aktif di sektor ini; mulai dari film, kerajinan, mode, periklanan, permainan interaktif dan seni pertunjukan.

Namun, sedikit yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mendukung sektor baru ini dibandingkan dengan berbagai inisiatif yang tersedia untuk perusahaan bisnis. Sebuah survei baru-baru ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh pekerja kreatif harus bergantung pada tabungan mereka sendiri atau meminjam uang dari teman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk memberikan wawasan lebih jauh tentang isu tersebut, proyek Penelitian Cepat Australia-Indonesia Centre (AIC) baru akan memeriksa bagaimana pandemi berdampak pada sektor ini. Peneliti ini akan mengeksplorasi, khususnya, bagaimana kaum muda menangani guncangan sosial dan ekonomi akibat COVID-19.

Fokus penelitian ini dipusatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Industri kreatif kota ini mempekerjakan 172.000 pekerja dan memberikan kontribusi pendapatan sebesar US $ 0,238 miliar bagi perekonomian nasional.

“Studi kami akan berfokus pada para sineas, penari, pekerja teater, musisi, fotografer, dan perancang busana lokal dari Yogyakarta yang mata pencahariannya telah terhalang oleh pembatasan sosial akibat COVID-19,” sebut Dr Annisa R. Beta, salah satu pimpinan proyek penelitian ini.

“Kami akan fokus pada kehidupan pekerja kreatif, karena telah menjadi salah satu penyumbang devisa negara terbesar dari sektor kreatif, yang selama ini dikenal mampu mengatasi krisis dan bencana melalui praktik kebersamaan.”

Riset tersebut akan mengkaji faktor-faktor yang mengancam keberlangsungan dan perkembangan ekonomi kreatif selama dan pasca COVID-19. Penelitian ini akan mengidentifikasi reaksi, tanggapan, dan strategi pekerja kreatif muda untuk menavigasi guncangan sosial-ekonomi yang dibawa oleh pandemi COVID-19.

“Krisis COVID-19 telah membuat produksi barang kreatif hampir mustahil. Krisis menyoroti kebutuhan untuk berwirausaha tapi juga harus tangguh pada saat yang sama, ”kata Dr Oki Rahadianto Sutopo, yang juga merupakan pimpinan proyek ini.

“Pekerja kreatif memikul tanggung jawab untuk bertahan hidup dalam ekonomi kreatif global yang berubah dengan cepat dan disaat krisis, mengharuskan mereka menjadi bukan hanya pekerja kreatif tetapi juga pengusaha budaya.”

Studi ini juga akan memberikan kerangka kerja berbasis bukti untuk menginformasikan komunitas kebijakan tentang kemungkinan intervensi untuk mendukung ketahanan pekerja kreatif dalam menghadapi risiko dan krisis.

“Saat ini ada kesenjangan antara praktek akar rumput dan pembuat kebijakan. Pandemi COVID-19 membuat jurang pemisah semakin terlihat,” ujar Dr Oki Rahadianto Sutopo.

Temuan studi ini akan dibagikan kepada pembuat kebijakan terkait termasuk Badan Ekonomi Kreatif dan Pemerintah Provinsi Yogyakarta serta masyarakat luas.

 

 

Tim peneliti

Ketua: Dr Annisa R. Beta (UniMelb), Dr Oki Rahadianto Sutopo (UGM)

Anggota: Dr Ariane Utomo (UniMelb), Dr Novi Kurnia (UGM), Gregorious Ragil Wibawanto (UGM).

 

Narahubung media Australia

Marlene Millott
Staf Program PAIR
+61 427 516 851
pair@australiaindonesiacentre.org

Narahubung media Indonesia

Fadhilah Trya Wulandari
Staf Program PAIR
+62 8124 3637 755
pair@australiaindonesiacentre.org

 

Tentang Australia-Indonesia Centre

AIC didirikan oleh Pemerintah Australia dan Indonesia pada tahun 2013. AIC menyatukan 11 universitas – tujuh universitas di Indonesia dan empat di Australia – untuk memajukan hubungan antar-warga dalam sains, teknologi, pendidikan, inovasi, dan budaya. AIC merancang dan memfasilitasi program penelitian bilateral, membawa hasil penelitian ke dalam kebijakan dan praktik. Hal ini membentuk tim interdisipliner yang bekerja secara kolaboratif dengan pemangku kepentingan – kebijakan, bisnis, dan komunitas – untuk menemukan solusi terhadap tantangan regional, nasional dan global.

Selain penelitian, aktivitas penjangkauan AIC berkontribusi pada upaya menghubungkan orang-ke-orang yang lebih luas. Hal ini dilakukan melalui dialog digital yang berusaha untuk memberikan berbagai wawasan baru. Hal tersebut juga mendukung pendalaman pertukaran budaya melalui festival film pendek Indonesia Australia, mengeksplorasi sikap dan persepsi nasional masing-masing terhadap satu sama lain, dan menyatukan pemimpin masa depan kedua negara dalam berbagai program, lokakarya, dan dialog.

Proyek Small Rapid Research (SRR) adalah bagian dari program Kemitraan untuk Penelitian Australia dan Indonesia (Partnership for Australia-Indonesia Research/PAIR), yang didanai oleh Pemerintah Australia.

Photo by Fikri Rashid on Unsplash