Keberlanjutan dan melindungi masa depan masyarakat pesisir Indonesia

Man standing outside old brick building, arm extended to his right, smiling at camera

Terjemahan oleh Febi Trihermanto

Peneliti wilayah pesisir Zulung Zach Walyandra mempunyai pesan penting bagi masyarakat di provinsi asalnya di Indonesia.

 

“Saya ingin menyadarkan masyarakat bahwa lingkungan kita mempunyai nilai yang besar,” ujarnya.

“Ketika kita melindungi lingkungan, hal ini akan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat, bukan hanya mengeksploitasi lingkungan untuk jangka pendek.”

Dedikasi Zulung terbukti dalam pekerjaan yang dilakukannya bersama Australia-Indonesia Centre pada tahun 2021 sebagai bagian dari penelitian desa rumput laut.

Zulung adalah satu dari empat peneliti yang tinggal di sebuah desa nelayan kecil di Indonesia selama 18 bulan sebagai bagian dari proyek Kemitraan Riset Australia-Indonesia (PAIR) untuk memahami lebih dalam praktik budidaya rumput laut.

Dia dan keluarga mudanya baru-baru ini pindah ke Australia di mana dia belajar untuk mendapatkan gelar master ilmu lingkungan di Universitas Melbourne, dengan spesialisasi di bidang tata kelola, kebijakan dan pasar.

Perjalanan yang cukup panjang sejak pertama kali kami bertemu Zulung di Desa Pitusunggu, Sulawesi Selatan, pada tahun 2021 lalu.

Ketertarikan Zulung terhadap dunia kelautan berasal dari masa kanak-kanaknya, ia tumbuh di desa kecil di tepi laut Bantaeng, di mana ia tertidur karena suara deburan ombak.

Di Universitas Hasanuddin Makassar ia mempelajari perikanan dan pengelolaan sumber daya perairan sebelum bekerja di sebuah organisasi non-pemerintah yang fokus pada ikan tuna.

“Rasanya saya tidak pernah jauh dari pantai dan mungkin inilah yang saya butuhkan karena saya suka berenang dan memancing,” ujarnya saat mengenang perjalanan karirnya.

Zulung dan istrinya Rafika Ramli memiliki koneksi kuat dengan Australia.

Rafika sebelumnya menyelesaikan gelar master di bidang hukum dari University of Queensland dan saat ini sedang meneliti dampak perubahan iklim terhadap masyarakat rentan. Pekerjaan ini sedang dilakukan di Monash University melalui skema KONEKSI pemerintah Australia.

 

Man and woman standing in front og boats, smiling at camera, man wearing sunglasses, woman wearing veil.
Rafika Ramli (kiri) dan Zulung Zach Walyandra di Brisbane. Kredit: Berkontribusi.

Pasangan ini tinggal di Brisbane selama lebih dari setahun sementara Rafika menyelesaikan gelarnya dan Zulung bekerja sebagai sukarelawan di klub masyarakat kelautan.

Zulung menikmati tantangan tinggal dan belajar di Melbourne, “meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya”.

“Ini memang momen-momen sulit tetapi ada banyak manfaatnya dan ada peluang untuk pertumbuhan pribadi bagi saya dan keluarga muda saya.”

Rafika menyukai Brisbane karena pepohonan jacaranda ungunya, cuacanya yang sejuk, dan masyarakatnya yang santai. Rafika mengaku mengalami “kejutan budaya” saat mereka pindah ke Melbourne karena kecepatannya yang lebih cepat dan cuacanya yang lebih dingin.

“Tapi saya bersyukur keluarga kecil kami bisa menemani suami saya, apalagi kami baru menyambut si kecil kedua di bulan April,” ujarnya.

“Putri saya di sini sangat menikmati kehidupan barunya, terutama di sekolah.”

Sambil meratapi cuaca dingin dan suhu laut di Melbourne, Zulung mengagumi sistem transportasi umum yang terintegrasi dan merasa betah mengingat banyaknya penduduk dari komunitas Bugis dan Makassar.

“Saya senang dan merasa tidak jauh dari rumah jika mendengar beberapa orang berbicara satu sama lain dalam bahasa ibu saya sendiri,” ujarnya.

Zulung berencana untuk menggabungkan persiapan kebijakan dan keterampilan ekonomi lingkungan untuk memberikan manfaat bagi komunitas asalnya, membantu penduduk pesisir untuk menikmati manfaat laut tanpa menghabiskannya.

“Berdasarkan pengalaman saya mengenai ekonomi lingkungan di Indonesia bagian timur,
Khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan, saya melihat sumber daya alam mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat, terutama masyarakat pesisir,” ujarnya.

“Mengelola sumber daya secara berkelanjutan akan menjamin penghidupan masyarakat dan pasokan pangan, menyeimbangkan iklim dan mendukung sektor lain seperti pariwisata dan usaha skala kecil.”

Zulung mengetahui bahwa penangkapan ikan komersial merupakan mata pencaharian banyak masyarakat di Sulawesi Selatan dan bahwa di wilayah pesisir seringkali tidak ada sumber pendapatan alternatif.

“Memberi nilai pada lingkungan akan membuat kita mempertahankannya. Apakah kita ingin kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidup kita? Sama sekali tidak, bukan? Itu sebabnya kita harus mengungkap nilai sebenarnya dari lingkungan.

“Pemerintah, akademisi, industri dan nelayan harus berkolaborasi untuk menerapkan kebijakan berkelanjutan dan mengikuti permintaan pasar untuk mendapatkan nilai lebih pada produk perikanan,” ujarnya.

Penelitian seperti yang dilakukan Zulung di bidang akuakultur dan pengurangan mikroplastik akan dilanjutkan dalam program PAIR Sulawesi yang baru-baru ini diumumkan dengan fokus signifikan pada keberlanjutan dan perubahan iklim.

Gambar fitur oleh PAIR.

Picture of David Sexton

Digital Communications Coordinator,
The Australia-Indonesia Centre