Kesehatan atau ekonomi? Membuat keputusan terbaik di tengah krisis
Pemerintah bergulat dengan keputusan yang mustahil untuk mengutamakan kesehatan atau ekonomi dalam krisis yang disebabkan oleh pandemi virus.
Untuk mencegah penyebaran COVID-19, pemerintah memberlakukan lockdown, memperkenalkan langkah-langkah pembatasan sosial dan secara drastis mengurangi aktivitas ekonomi. Konsekuensinya dapat berakhir buruk dengan implikasi jangka panjang, terutama bagi orang-orang yang sudah berada dalam kondisi keuangan yang tidak stabil dan menyebabkan beberapa situasi yang mengancam kehidupan.
Tetapi bagaimana jika ada cara untuk membantu pemerintah nasional dan provinsi untuk memutuskan bagaimana memaksimalkan aktivitas ekonomi sembari tetap berupaya untuk mengendalikan COVID-19?
Proyek baru Australia-Indonesia Centre (AIC) sedang mencoba menjawab pertanyaan ini melalui program Small and Rapid Research.
Proyek akan membuat model menggunakan data yang tersedia untuk membantu pemerintah memutuskan, di tingkat negara, provinsi, kabupaten atau kota, aktivitas apa saja yang harus tetap terbuka atau tertutup untuk mengurangi risiko kesehatan ke tingkat yang dapat dikelola oleh sistem perawatan kesehatan, sambil tetap mempertahankan aktivitas ekonomi yang memungkinkan.
Tim interdisiplin yang terdiri dari peneliti Australia dan Indonesia di bidang ilmu data, matematika, dan kesehatan masyarakat akan berkolaborasi dalam pendekatan baru ini menggunakan pemodelan matematika, data, dan studi kasus.
Mereka akan mengeksplorasi hubungan ekonomi antara pusat ekonomi dan masyarakat – kota besar atau kecil – dan memetakan ketergantungan rantai pasok mereka yang diperlukan untuk berfungsi dalam konteks COVID.
“Misalnya, jika bahan mentah diproduksi di node A, diubah di node B, dan diekspor di node C, dalam model kami, agar kegiatan ekonomi ini berfungsi, node A harus tetap terhubung ke node B dan B ke C. Namun , jika diputuskan bahwa hubungan antara A dan B harus ditutup karena alasan kesehatan, kegiatan ekonomi ini akan berhenti berfungsi dan menghasilkan pendapatan,” tulis para ketua tim peneliti, Dr Pierre Le Bodic dari Monash University dan Dr Sri Astuti Thamrin dari Universitas Hasanuddin.
“Memutuskan tautan mana yang akan diputus menjadi rumit, terutama mengingat banyaknya aktivitas ekonomi dengan rantai pasokan yang tumpang tindih dalam berbagai cara dan menghasilkan pendapatan yang berbeda. Dengan menggabungkan model kesehatan dan model ekonomi, serta menggunakan keputusan kontrol yang mempengaruhi keduanya, kami dapat menangkap kompleksitas masalah dan membantu membuat keputusan terbaik,” ujar Le Bodic dan Thamrin.
“Kami mengantisipasi bahwa pemerintah Indonesia akan mengevaluasi metode dan temuan kami dan pada akhirnya pekerjaan kami akan berkontribusi pada upaya Indonesia dan global dalam memerangi COVID-19, yang diharapkan dapat menyelamatkan nyawa dan cara hidup”.
Tim Peneliti
Ketua Tim: Dr Pierre Le Bodic (Monash), Dr Sri Astuti Thamrin (Unhas)
Anggota: Dr Sudirman Nasir (Unhas), Prof Andreas Ernst (Monash)
Narahubung media Australia
Marlene Millott
Staf Program PAIR
+61 427 516 851
pair@australiaindonesiacentre.org
Narahubung media Indonesia
Fadhilah Trya Wulandari
Staf Program PAIR
+62 8124 3637 755
pair@australiaindonesiacentre.org
Tentang Australia-Indonesia Centre
AIC didirikan oleh Pemerintah Australia dan Indonesia pada tahun 2013. AIC menyatukan 11 universitas – tujuh universitas di Indonesia dan empat di Australia – untuk memajukan hubungan antar-warga dalam sains, teknologi, pendidikan, inovasi, dan budaya. AIC merancang dan memfasilitasi program penelitian bilateral, membawa hasil penelitian ke dalam kebijakan dan praktik. Hal ini membentuk tim interdisipliner yang bekerja secara kolaboratif dengan pemangku kepentingan – kebijakan, bisnis, dan komunitas – untuk menemukan solusi terhadap tantangan regional, nasional dan global.
Selain penelitian, aktivitas penjangkauan AIC berkontribusi pada upaya menghubungkan orang-ke-orang yang lebih luas. Hal ini dilakukan melalui dialog digital yang berusaha untuk memberikan berbagai wawasan baru. Hal tersebut juga mendukung pendalaman pertukaran budaya melalui festival film pendek Indonesia Australia, mengeksplorasi sikap dan persepsi nasional masing-masing terhadap satu sama lain, dan menyatukan pemimpin masa depan kedua negara dalam berbagai program, lokakarya, dan dialog.
Proyek Small Rapid Research (SRR) adalah bagian dari program Kemitraan untuk Penelitian Australia dan Indonesia (Partnership for Australia-Indonesia Research/PAIR), yang didanai oleh Pemerintah Australia.
Foto oleh Devi Puspita Amartha Yahya di Unsplash.