Kesehatan atau ekonomi: Menentukan kebijakan terbaik selama pandemi di Indonesia

Membuat kebijakan pandemi yang tepat sangat penting. Tidak ada aturan dapat mengorbankan nyawa, sementara pembatasan sosial yang ketat berisiko pada mereka yang bergantung pada bisnis kecil bertahan hidup. Dapatkah pendekatan preskriptif membantu menemukan keseimbangan yang tepat?

Saat COVID-19 menyebar ke seluruh dunia, pemerintah berhadapan dengan pertanyaan yang sulit: sejauh mana pengorbanaan dapat dilakukan untuk menjaga ekonomi tetap berfungsi?

Bagaimanapun, ekonomi lebih dari sekadar konsep esoteris, ia menjadi tumpuan mata pencaharian dan kemampuan masyarakat untuk menenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Hal ini sangat relevan di Indonesia dimana jumlah pekerja yang menghidupi diri sendiri melalui usaha kecil dan menengah cukup tinggi.

Menurut dokumen yang diterbitkan oleh World Economic Forum pada September 2021, saat ini terdapat lebih dari 62 juta usaha kecil dan menengah  (UKM) di tanah air, satu UKM untuk setiap lima orang Indonesia, dan di antaranya, 98,75% (61,5 juta) adalah usaha mikro.

Dua gelombang mematikan COVID-19 kemudian melanda Indonesia, membuat situasi semakin rumit.

Namun, seperti yang mereka amati, ada kebutuhan untuk menghindari dampak ekstrem pandemi baik terhadap kesehatan maupun ekonomi.

Peneliti PAIR baru-baru ini berusaha untuk menjawab kebimbangan ini melalui laporan mereka Kesehatan atau Ekonomi? Membuat keputusan terbaik yang mustahil.

Pekerjaan mereka didanai oleh Australia-Indonesia Centre sebagai bagian dari Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR) dan akan menjadi acuan diskusi panel pada PAIR Digital Summit 2021.

Daftar PAIR Digital Summit Hari 3 disini

Para peneliti menggunakan alat pemrograman linier bilangan bulat untuk memodelkan kesehatan dan ekonomi, dalam upaya untuk mencoba dan memecahkan teka-teki ini.

Mereka juga mencatat bahwa masih banyak yang ‘tidak diketahui’ tentang virus Corona, termasuk varian virus baru, aturan pembatasan sosial terbaik, dan pilihan pengobatan terbaru.

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dan difokuskan pada provinsi di Indonesia, termasuk Bali, Jakarta, Jawa, Kalimantan, Papua, Sulawesi, dan Sumatera, yang sebagian besar dipilih berdasarkan ketersediaan data ekonomi.

“Seringkali ahli epidemiologi akan mencoba memodelkan bagaimana pandemi akan berkembang, tetapi itu menjadi model deskriptif,” sebut peneliti Dr Pierre Le Bodic.

“Mereka hanya akan dapat memberi tahu kami ‘dalam beberapa hari kedepan, akan ada banyak kasus’. Tapi dari tipe model ini, mereka tidak akan bisa memberi tahu kami apa yang harus kami lakukan.

“Jadi penelitian kami bertujuan untuk melangkah lebih jauh.”

Apa yang peneliti putuskan untuk lakukan adalah melihat masalah tersebut sebagai masalah pengoptimalan, menggunakan apa yang disebut pendekatan ‘preskriptif’ untuk pemodelan dengan tindakan yang disarankan.

“Kami pikir ini sudah sesuatu yang orisinal. Di atas model epidemiologi, kami memiliki model ekonomi,” kata Dr Le Bodic.

“Dua hal itu bersama-sama memungkinkan kami membuat keputusan terbaik baik untuk ekonomi maupun kesehatan.”

“Model desktriptif sendiri tidak menjawab pertanyaan penting seperti apa nilai kehidupan manusia, yang mengharuskan pemodel  harus mengatur parameter.”

Para peneliti mencatat ide: bahwa menghentikan COVID-19 membutuhkan pembatasan perjalanan dan kontak untuk mencegah penularan virus, walapun kegiatan ekonomi membutuhkan keterbukaan dan konektivitas.

Hal ini relevan dalam konteks transportasi dan logistik serta perpindahan barang antar wilayah dan pergerakan orang untuk mengisi kekurangan tenaga kerja.

Dr Le Bodic mengatakan pekerjaan mereka berarti menghitung semua pertanyaan penting tentang tingkat keterbukaan dalam perekonomian yang dapat diterima sebelum tempat tidur di unit perawatan intensif di rumah sakit habis.

“Memperlambat COVID berarti memperlambat ekonomi,” katanya.

“Apa keseimbangan yang tepat antara tujuan yang berlawanan ini untuk menjaga kesehatan masyarakat dan menjaga ekonomi tetap kuat?”

Dr Le Bodic mengatakan penelitian ini menjadi penting karena mengintegrasikan “model ekonomi dan epidemiologi untuk membantu membuat keputusan yang lebih baik dan tidak memihak untuk menyelamatkan nyawa dan cara hidup”.

Dia mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji seberapa baik model mereka cocok dengan kenyataan dan membuat penyesuaian dan untuk meningkatkan waktu berjalan dari algoritma yang menghasilkan rencana dari model agar lebih mudah diterapkan.

Akankah penelitian masa depan meneliti faktor munculnya varian Delta?

“Sampai batas tertentu,” kata Dr Le Bodic.

“Kami perlu menyesuaikan parameter seperti tingkat transmisi. Tetapi model itu sendiri dan penelitian kami akan tetap berlaku.”

Daftar PAIR Digital Summit Hari 3 disini