Mengadvokasi pendidikan kejuruan dan generasi muda di Sulawesi Selatan

Tim PAIR telah mengadvokasi penyelarasan keterampilan vokasi di Sulawesi Selatan dengan mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan kepada direktorat pendidikan vokasi Indonesia.

 

Penyelarasan keterampilan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri melalui identifikasi peluang kemitraan dibahas saat tim PAIR bertemu dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Dengan keinginan untuk menyatukan aspirasi kalangan muda di Maros, tim peneliti kalangan muda dan pembangunan yang diwakili oleh Reni Suwarso dan Christina Griffin bertemu dengan Direktur SMK dan Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Pendidikan Vokasi dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (MITRAS DUDI).

“Kita perlu menghargai dan mengakui aspirasi tentang mata pencaharian yang berbeda dari kalangan muda, bahwa mereka lebih memilih untuk tinggal dan bekerja di desa daripada merantau ke kota,” peneliti senior Universitas Indonesia Dr Suwarso menegaskan.

“Untuk mengatasi potensi ketidaksesuaian keterampilan, maka perlu dilakukan peninjauan kembali pada kebijakan dan program SMK,” tambahnya.

Peneliti menjelaskan bagaimana kendala mata pencaharian dan pengangguran berdampak negatif terhadap pembangunan ekonomi Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Maros yang mengalami peralihan lahan dari pedesaan menjadi kawasan industri.

“Pemuda pedesaan masih mendambakan kehidupan dan mata pencaharian di desa. Namun mereka berjuang untuk mengakses lahan dan mempertahankan mata pencaharian berbasis pertanian dan akuakultur,” kata Dr Griffin, salah satu peneliti dari Melbourne University.

Temuan tersebut didiskusikan lebih lanjut dengan perwakilan dari Direktorat SMK.

Satrio Nugroho, perwakilan dari Direktorat SMK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Image: Evelynd AIC

“Pada dasarnya, pendidikan vokasi harus mampu mempersiapkan generasi muda untuk bekerja dan berwirausaha guna mendukung pertumbuhan ekonomi bangsa,” ujar Satrio Nugroho, staf direktorat SMK.

“Sekarang kebijakan pembinaan SMK sudah menjadi kewenangan pemerintah daerah, sedangkan pusat hanya memberikan pedoman umum saja,” kata Satrio.

Salah satu program yang sedang berjalan dari direktorat SMK yang dikenal dengan “SMK Bisa Hebat” adalah dengan mengembangkan pusat keunggulan dalam pendidikan vokasi yang diharapkan dapat menghilangkan sebanyak mungkin faktor penyebab ketidaksesuaian dan penurunan daya saing.

“Saat ini SMK Hebat fokus menghubungkan dan mencocokkan lulusan SMK yang kompeten dengan kebutuhan industri dan dunia kerja” ujar Satrio Nugroho, juga sebagai anggota tim penyusunan dokumen administrasi pelaksanaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) SMK.

Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Pendidikan Vokasi dengan Dunia Usaha dan Industri bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran akan nilai pendidikan kejuruan dan menjawab kebutuhan akan standar kompetensi dan bimbingan profesional agar lulusan sekolah vokasi dapat memenuhi persaingan global.

Direktur MITRAS DUDI Uuf Brajawidagda dan perwakilan direktorat vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Foto: Evelynd AIC

Menurut Direktur MITRAS DUDI, Uuf Brajawidagda, SMK harus mempertimbangkan faktor perkembangan ekonomi dan pembangunan di daerah.

Bapak Brajawidagda mengatakan, diperlukan mekanisme khusus untuk lebih memahami perkembangan industri apa yang terjadi di kabupaten tersebut untuk memahami kebutuhan keterampilan di masa depan.

Peneliti PAIR merasa mereka dapat membantu pembuat kebijakan dalam hal ini.

“Hal ini memungkinkan kami untuk memperluas penelitian kami, dengan memetakan model berdasarkan aspirasi anak muda, jenis kelamin, lokasi sekolah, kategori sekolah kejuruan, dan jenis industri di Sulawesi Selatan,” kata Dr Suwarso.

Bapak Brajawidagda mengemukakan gagasan untuk bekerjasama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dalam rangka mencari lebih banyak insentif agar meningkatkan dukungan industri dan mendorong partisipasi bisnis dalam program pendidikan kejuruan.

PAIR diharapkan dapat terus bekerjasama dengan direktorat SMK untuk menciptakan peluang beasiswa pendidikan tinggi bagi kalangan muda dari latar belakang kurang mampu di Sulawesi Selatan.

 

Foto utama: Dr Reni Suwarso, Senior Fellow dari Universitas Indonesia, Dr Christina Griffin, Associate Fellow dari University of Melbourne, Helen Fletcher-Kennedy, AIC. Foto oleh: Evelynd, AIC.

Picture of Evelynd

Produser Konten Digital
Australia-Indonesia Centre