Mengapa PAIR: Konteks Kebijakan Pembangunan

Ketika Joko “Jokowi” Widodo menjadi Presiden Indonesia pada tahun 2014, salah satu langkah kebijakannya yang paling berani adalah memberikan alokasi dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Setelah belasan tahun kurang mengalokasikan dana pada sektor tersebut, Indonesia mengalami kesenjangan infrastruktur yang besar. Dalam rencana nasional lima tahunnya (2015-2019), Ia menjadikan percepatan investasi infrastruktur sebagai prioritas.

Presiden Jokowi berjanji untuk membangun 5.000 kilometer rel kereta api, 2.600 kilometer jalan, 1.000 kilometer jalan tol, empat puluh sembilan bendungan, dua puluh empat pelabuhan, dan pembangkit listrik dengan kapasitas gabungan 35.000 megawatt. Ia mengidentifikasi perbaikan infrastruktur pelabuhan, industri perkapalan dan pariwisata bahari sebagai hal penting untuk meningkatkan konektivitas. Ia meningkatkan alokasi dana untuk jaringan distribusi dan menurunkan biaya logistik untuk meningkatkan daya saing. Ia juga berkomitmen untuk mengalokasikan lebih dari setengah anggaran nasional ke luar wilayah Jawa untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah.

Sebagai negara kepulauan, tantangan Indonesia adalah konektivitas dalam dan antar pulau, serta antar negara. Menghubungkan pelabuhan ke kota, pedesaan, dan pulau-pulau adalah hal yang sangat penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan dan urbanisasi yang berkelanjutan. Investasi pada infrastruktur yang menghubungkan kota, desa, dan pulau ini akan membuka beragam peluang-peluang baru. Keterhubungan yang lebih kuat antarmoda, jalan, kereta api, pelabuhan laut, dan bandara berpotensi meningkatkan taraf kehidupan, membuka akses ke pasar, dan meningkatkan peluang kerja bagi masyarakat lokal.

Kemitraan untuk Penelitian Australia-Indonesia (PAIR) adalah program yang diinisasi oleh The Australia-Indonesia Centre (AIC) dan didukung oleh pemerintah kedua negara dan sebelas universitas terkemuka.

Melalui lensa Connectivity (Konektivitas), People (Masyarakat), dan Place (Tempat), kami mengeksplorasi peluang yang muncul bagi masyarakat ketika dilakukan peningkatan pada koneksi secara fisik maupun non-fisik – baik melalui infrastruktur, transportasi, komunikasi, teknologi, dan perdagangan.

Indonesia Timur adalah wilayah prioritas kami dengan menempatkan fokus pada Sulawesi Selatan. Sebuah pelabuhan baru sedang dibangun di Makassar dan memposisikannya sebagai pintu gerbang ke Indonesia Timur. Seiring dengan dibangunnya pelabuhan, zona ekonomi industri baru akan muncul, dan proyek ambisius jaringan kereta api trans-Sulawesi sedang dibangun.

Selama empat tahun ke depan (2019-2022), kami akan menjelajahi wilayah pantai barat provinsi Sulawesi Selatan di mana jalur kereta baru sepanjang 145 kilometer sedang dibangun.  Jalur ini akan menghubungkan kota dan kabupaten, diantaranya Makassar, Maros, Pangkajene, Barru dan Parepare. Jalur kereta api ini akan menyediakan transportasi yang sangat dibutuhkan untuk angkutan orang dan barang. Hal ini juga dapat membantu merangsang ekonomi lokal, meningkatkan ekspor komoditas, dan mentransformasi masyarakat. Berdasarkan pengalaman, pembangunan infrastruktur berbasis konektivitas, seperti kereta api, tidak selalu bermanfaat bagi masyarakat lokal jika tidak berfokus pada manusia (people-centric) – disertai upaya membuatnya berkesinambungan, terjangkau, dan mudah diakses. Masyarakat, terutama anak-anak muda, kemungkinan tidak mendapatkan keuntungan dari pembangunan kereta baru ini jika mereka tidak memiliki cukup pengetahuan dan informasi yang mendukung. Kehidupan mereka pun tidak dapat meningkat tanpa akses terhadap sumber daya seperti pelatihan keterampilan, pekerjaan atau dukungan untuk memulai usaha baru.

Melalui program PAIR, kami bekerja bersama masyarakat untuk menyelidiki apa makna jalur kereta api bagi mereka; bagaimana jalur kereta ini dapat mendukung dan bermanfaat bagi mereka. Program PAIR akan menurunkan 51 peneliti dari 11 universitas terkemuka di Indonesia dan Australia untuk bekerja dengan pemerintah daerah dan pusat, kalangan bisnis, serta masyarakat untuk mengeksplorasi, mengidentifikasi masalah, dan menciptakan solusi bersama.

PAIR menegaskan pentingnya institusi perguruan tinggi dalam hubungan Australia-Indonesia. PAIR berfokus pada pentingnya pengetahuan berbasis bukti dalam mendukung pembangunan, perencanaan dan pembuatan kebijakan bagi kedua negara. Di satu sisi, program PAIR adalah puncak dari fase pertama keberadaan AIC. Di sisi lain, PAIR juga merupakan langkah awal dalam program AIC kedepannya. PAIR merupakan bukti konsep untuk pendekatan pusat penelitian baru – berbasis tempat (place-based), dilandasi oleh permintaan (demand-driven), dan interdisipliner (interdisciplinary). PAIR dimulai di Sulawesi Selatan dan dapat direplikasi di tempat lainnya. Tujuan kami pada tahun 2022 adalah menggunakan penelitian berbasis bukti untuk berkontribusi dalam meningkatkan kehidupan masyarakat lokal di sepanjang jalur kereta api Makassar-Parepare. Dalam proses tersebut, kami ingin membina hubungan yang kuat dengan para peneliti untuk dapat terus berkolaborasi di luar proyek dalam mencari solusi interdisipliner untuk menjawab tantangan konektivitas.

Direktur Program PAIR
The Australia-Indonesia Centre