Diplomasi Australia-Indonesia didukung oleh generasi baru peneliti muda

18 Associate Fellows bergabung dengan Kemitraan Penelitian Australia-Indonesia (Partnership for Australia-Indonesia Research/PAIR) awal tahun ini dengan tujuan menjadi generasi baru peneliti Australia-Indonesia.

 

Latar belakang mereka yang beragam dan antusiasme dari jiwa muda mereka menyuntikkan energi baru ke dalam Tim Peneliti dan melengkapi para Senior Fellows yang ditunjuk sejak tahun lalu.

18 Associate Fellows kami berasal dari 10 universitas di Australia dan Indonesia, dan merupakan beberapa peneliti muda yang cemerlang di bidangnya. Mereka adalah kelompok yang benar-benar multi-disiplin dengan latar belakang tersebar di 15 disiplin ilmu, termasuk kesehatan, ekonomi, teknik, sains dan ilmu sosial. Rangkaian pengalaman mereka menambah perspektif berharga pada penelitian PAIR dan memastikan interkoneksi antara domain dan proyek penelitian.

Selama berada dalam program PAIR, Associate Fellows belajar dan mengembangkan keahlian penting yang akan memungkinkan mereka untuk menjadi pemimpin dalam kolaborasi antara kedua negara kita. Mereka menerima bimbingan dari para Senior Fellows, dan akan berpartisipasi dalam Program Akselerasi Bakat yang dipimpin oleh Koordinator Kemampuan Tim Dr Martijn Van der Kamp. Kedua komponen PAIR ini akan mendukung mereka dalam pengembangan karir mereka. Mereka juga akan belajar dari perjalanan mereka bersama PAIR, dengan mendukung Senior Fellows dalam melakukan penelitian.

Baca juga: Penanggulangan kemiskinan di Sulawesi Selatan: Mengapa konektivitas penting?

Selain keahlian diatas, Associate Fellows juga akan membangun hubungan dan jaringan penting melalui PAIR yang akan memberikan manfaat bagi karir mereka yang akan datang.

“PAIR bertujuan untuk menghubungkan generasi baru para pemimpin penelitian Australia dan Indonesia kedepannya,” sebut Direktur Program PAIR, Dr Eugene Sebastian. “Kami berinvestasi dalam pengembangan Associate Fellows kami, sebagai peneliti muda di awal karir,  untuk menginspirasi dan membangun hubungan penelitian kolaboratif jangka panjang dan saling menguntungkan kedua negara kami.”

Empat Associate Fellow saat ikut kunjungan lapangan di Makassar New Port pada bulan February 2020. (Foto: AIC)

Ketika Associate Fellows pertama kali bertemu di Induction Workshop, terlihat jelas keakraban yang akan terjalin. Meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, pertemanan mereka dengan cepat terbentuk dan antusiasme mereka untuk langsung bekerjasama dalam program ini segera tercipta. Kunjungan lapangan di Makassar, mulai dari Makassar New Port, jalur kereta api Makassar-Parepare, hingga ke komunitas rumput laut di Pangkep memungkinkan mereka untuk mengenal daerah lokasi penelitian dan juga mengenal satu sama lain. Di hari terakhir workshop, ikatan yang kuat di antara tim peneliti telah terbentuk, bahkan disuguhi pertunjukan karaoke oleh Dr Imam Muthohar dari Universitas Gadjah Mada.

Dua dari Associate Fellows kami, Anis Wulandari (Universitas Airlangga) dan Dr Muhammad Farid Dimjati Lusno (Universitas Airlangga), menulis artikel blog tentang pengalaman mereka di Makassar pada bulan Februari. Dr Simon Bowly dari Monash University juga menulis blog artikel tentang PAIR Policy Dialogue pada bulan Februari lalu.

Baca juga: Penelitian interdisiplin – bersama bekerja memajukan Sulawesi Selatan

Bagi sebagian Associate Fellows, PAIR adalah pertama kalinya mereka bekerja dengan tim peneliti dari negara lain. Mereka bersemangat tentang program PAIR dan peluang yang akan mereka dapatkan untuk karir mereka.

Associate Fellows memainkan peran penting dalam mendukung Senior Fellows dan melakukan penelitian PAIR. Mereka juga menerima bimbingan dari para Senior Fellows, dan akan berpartisipasi dalam Talent Accelerator Program yang dipimpin oleh Team Capability Coordinator,  Dr Martijn Van der Kamp. Kedua komponen PAIR ini akan mendukung pengembangan karir mereka.

Dr Tony Dwi Susanto dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember mengatakan bahwa program ini akan membantunya meraih mimpi dan membuat jaringan internasional untuk karirnya. “Bergabung dengan Program PAIR sangat penting bagi saya, karena program ini membantu saya untuk selalu mengingat [cita-cita] dan mendorong saya untuk bekerja sebagai peneliti”.

Dr Alexandra Langford dari University of Queensland menantikan dampak positif yang akan Ia peroleh melalui PAIR. “Saya ingin melihat program PAIR mengidentifikasi beberapa bidang penting di mana perubahan kecil dapat dilakukan untuk menciptakan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat,” katanya. “Bagi saya sendiri, saya ingin terlibat dalam mengarahkan kebijakan dengan cara yang menciptakan perubahan positif.” Langford telah menerbitkan dua artikel jurnal dengan Dr Sulfahri dari Universitas Hasanuddin tentang bioetanol yang berasal dari rumput laut, baca lebih lanjut di sini.

Baca juga: Menguntungkan, produksi bioetanol berkelanjutan dari rumput laut kini semakin dekat

Dr Dyah Rahmawati Hizbaron dari Universitas Gadjah Mada tertarik untuk belajar lebih banyak tentang Indonesia timur melalui PAIR, dengan mengatakan bahwa, “Melalui PAIR saya dapat memperluas minat [penelitian] saya, mulai dari Makassar dan sekitarnya”. Sementara itu, Dr. Healthy Hidayanti senang dapat mengembangkan keterampilan dan minatnya untuk berkontribusi pada PAIR. “Tujuan karir saya adalah menjadi dosen yang lebih baik untuk mahasiswa saya dan menghasilkan banyak tulisan ilmiah,” katanya.

Kami sangat senang melihat kontribusi yang dibawa oleh Associate Fellows ke program PAIR, dan kami berharap dapat melihat perkembangan mereka saat mereka menjadi generasi baru dalam kolaborasi penelitian Australia-Indonesia.

Diterjemahkan oleh Fadhilah Trya Wulandari.

Picture of Marlene Millott

PAIR Program Officer
The Australia-Indonesia Centre