Para kepala desa bersuara dalam mengatasi kemiskinan dan kerugian
Peserta forum untuk riset PAIR terbaru telah mendengar bahwa infrastruktur jalan serta air merupakan prioritas para kepala desa setempat, sedangkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk para penyandang disabilitas atau mereka yang hidup dalam kemiskinan juga telah diidentifikasi sebagai prioritas.
Forum kebijakan yang diadakan dengan berkolaborasi bersama Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi Sulawesi Selatan merupakan acara rutin yang dilakukan untuk memastikan bahwa Program Kemitraan Riset Australia-Indonesia (Partnership for Australia-Indonesia Research/PAIR) sejalan dengan prioritas kebijakan pemerintah.
Tim riset PAIR mengadakan survei mengenai sikap para kepala desa di Barru, Maros dan Pangkep dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan kaum muda dari masyarakat Sulawesi Selatan.
Survey ini berusaha untuk mengumpulkan bukti dan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak mengenai aspirasi kaum muda di Provinsi Sulawesi Selatan yang sedang menghadapi perubahan cepat.
Forum ini berusaha untuk menganalisa hasil survei.
Pengelola penelitian yang menyediakan presentasi adalah senior fellow AIC sebagai berikut:
- Professor Anu Rammohan, University of Western Australia (UWA)
- Dr Sudirman Nasir, Universitas Hasanuddin (Unhas)
- Dr Christrijogo Sumartono, Universitas Airlangga (UNAIR)
Mitra-mitra rekanan yang bergabung sebagai associate fellows AIC dan turut mengelola penelitian ini adalah:
- Dr Hoi Chu, UWA
- Dr Healthy Hidayanti, Unhas
- Dr Moses Glorino, UNAIR
- Anis Wulandari, UNAIR
Diskusi ini dipimpin oleh adalah Dr Hasnawati Saleh, koordinator riset PAIR untuk Australia-Indonesia Centre.
Untuk memberikan konteks tentang agenda ini, KetuaTim Percepatan Kerjasama Australia-Indonesia Centre dan Provinsi Sulawesi Selatan , Dr H. Andi Aslam Patonangi, menyatakan bahwa Survei Kepala Desa berusaha untuk mencari tahu sikap para kepala desa di berbagai bidang, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan.
“Semoga hasil survei ini bisa menjadi referensi dalam menyusun pola tata kelola dan pola penggunaan dana desa,” ujar Dr Andi Aslam, mengingat para peneliti juga mengkaji peran kepala desa dalam hal alokasi pengeluaran.
Senior fellow PAIR Professor Anu Rammohan dari University of Western Australia menyatakan bahwa pekerjaan mereka juga terfokus pada sejumlah bidang penting termasuk kebutuhan kaum muda, kesehatan mental dan sarana untuk pendidikan anak usia dini.
Penelitian dari Tim AIC menggunakan wawancara dengan 142 kepala desa yang tersebar di tiga kabupaten; 36 dari Barru, 69 dari Maros dan 37 dari Pangkep.
Professor Anu mencatat bahwa infrastruktur jalan diidentifikasi sebagai masalah oleh jumlah responden yang tinggi (58 persen), sedangkan di Maros, masalah infrastruktur jalan dan air hampir seimbang sedangkan di Pangkep, infrastruktur jalan merupakan kekhawatiran yang dominan meskipun air dan jembatan juga signifikan.
Para peneliti juga mencatat berbagai laporan mengenai masalah gedung-gedung prasekolah dan Taman Kanak-Kanak (TK) di Barru dan Maros.
Professor Anu mengatakan bahwa para kepala desa mengindikasikan bahwa mereka ingin mengadakan diskusi dengan instansi-instansi relevan mengenai alokasi lebih banyak dari bantuan desa.
Senior fellow PAIR Dr Sudirman Nasir dari Universitas Hasanuddin berbicara mengenai survei yang menunjukkan bukti adanya keinginan untuk dana desa lebih banyak digunakan untuk kesehatan yang “belum menjadi fokus kuat” untuk Indonesia dan Sulawesi Selatan sebelumnya.
Penggunaan dana untuk kesehatan ini termasuk pelayanan kesehatan mental, dan pelayanan untuk masyarakat yang hidup dalam kemiskinan atau dengan disabilitas.
“Dana desa ini memiliki potensi yang besar untuk mendukung program-program tersebut”, ujar Dr Nasir.
Sementara itu, senior fellow PAIR Dr Christijogo Sumartono berbicara tentang keragaman peraturan mengenai alokasi dana desa.
Sikap di desa
Pimpinan Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Andi Nurseha merupakan salah satu dari sejumlah perwakilan kota dan desa untuk mengomentari dan mencatat tantangan-tantangan untuk kesehatan masyarakat dan pusat-pusat kesehatan yang terintegrasi.
Masalah-masalah tertentu terjadi yang dikaitkan dengan fasilitas untuk ibu dengan anak dan untuk keberadaan program-program kesehatan mental.
Andi Nurseha mengatakan bahwa ada kekurangan dalam pakar-pakar kesehatan mental, dan ini merupakan sesuatu yang perlu diatasi oleh badan-badan pemerintah di tingkat provinsi dan daerah.
Dukungan untuk mereka yang rentan
Pimpinan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Maros, Drs. Idrus, M.Si., berbicara tentang kebutuhan akan diskusi lebih lanjut di tingkat desa.
“Saya bisa melihat di Maros bahwa infrastruktur untuk fasilitas kesehatan masih menjadi tantangan terbesar dan juga cara memperbaiki kapasitas sumber daya manusia untuk pelayanan kesehatan di desa,” ujar Drs. Idrus.
Ide mengenai penggunaan dana desa untuk mengatasi kemiskinan dan untuk mendukung pelayanan bagi para penyandang disabilitas disebut beserta dengan kebutuhan untuk memperjuangkan penggunaan dana desa yang lebih efektif.
Forum ini juga mendengar dari para pemimpin daerah tentang kebutuhan untuk “usaha dan kerja keras yang luar biasa” sehingga desa-desa “menjadi embrio untuk perkembangan ekonomi”.
Sebuah ide yang ditandai adalah “desa unggulan”, sebuah ide dari pemerintah Sulawesi Selatan dengan visi untuk mendorong dan merevitalisasi ekonomi desa.
Ishak Salim dari Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) berbicara tentang tema-tema yang terkait dengan regulasi, birokrasi dan hak-hak rakyat.
Dr Salim mengatakan bahwa para penyandang disabilitas merupakan “aktor-aktor penting” dalam upaya menemukan solusi-solusi untuk berbagai masalah yang mereka hadapi.
Dr Salim juga mengatakan bahwa perjuangan untuk alokasi dana desa guna membantu mereka yang memiliki kerentanan merupakan hal yang penting.
Pimpinan Bappelitbangda Sulsel, Ir Andi Darmawan Bintang, M.Dev., Plg., menggambarkan usaha-usaha untuk penanggulangan kemiskinan dan membantu mereka yang mengalami tantangan-tantangan terkait disabilitas dan kesehatan mental.
Dia mencatat pengeluaran yang lebih besar untuk pelayanan kesehatan di 2022 dan menuju 2023. Hal ini berarti bahwa 1.7 juta rakyat Sulawesi Selatan akan ditanggung oleh perlindungan sosial dan Gubernur Sulsel mengharapkan bahwa “tidak akan ada orang yang terlantar dari segi pelayanan kesehatan”.
Dr Nana Saleh menutup acara dengan beberapa observasi dan menyampaikan harapan agar temuan-temuan riset dapat berkontribusi untuk kebijakan yang efektif.
Dr Nana Saleh juga mengucapkan terima kasih kepada para senior fellows PAIR atas usaha mereka serta kepada para perwakilan dari badan-badan pemerintah dan desa-desa, dan menekankan bahwa forum-forum seperti ini merupakan penyumbang penting dalam hal pembagian ide dan pembelajaran.