Pariwisata Indonesia dan kebutuhan akan tenaga terampil
Dengan pekerja kreatif di sektor pariwisata terpuruk selama pandemi, bantuan pemerintah mungkin diperlukan untuk mendukung pemain ekonomi penting ini untuk kembali bangkit.
Ketika pandemi menyebar ke seluruh dunia tahun lalu dan perbatasan ditutup, pariwisata menjadi salah satu industri yang paling terpengaruh. Menurut Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO), sektor ini mengalami tahun terburuk dalam catatan pada tahun 2020, dengan kedatangan internasional turun 74 persen.
Hal ini memiliki implikasi yang mendalam bagi Indonesia termasuk; pulau Bali yang merupakan salah satu destinasi wisata paling terkenal dan kota Yogyakarta yang menarik pengunjung domestik dan internasional untuk melihat seni Jawa, pertunjukan wayang dan tari.
Jalan menuju pemulihan
Dampak COVID-19 dan cara pemulihan sektor pariwisata dan para pekerjanya telah menarik minat para peneliti di Australia-Indonesia Centre. Kelompok peneliti yang berada di bawah nauangan Kemitraan Riset Australia-Indonesia (PAIR), dipimpin oleh Dr Ya-Yen Sun dan Dr Ilmiawan Auwalin, baru-baru ini menganalisis sektor pariwisata di Indonesia melalui laporan mereka Jalan menuju Pemulihan: Mengamati resiko pekerjaan dan dampaknya pada kelompok rentan di sektor yang terpukul selama pandemi. Laporan ini adalah topik utama yang akan didiskusikan secara panel di Hari ke-7 PAIR Digital Summit 2021, Selasa, 7 Desember 2021.
Daftar disini untuk Hari ke-3 PAIR Digital Summit
Dalam laporan mereka, para peneliti berbicara tentang prospek pariwisata, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga secara umum. Dan tampaknya ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar sektor ini berkembang pasca-COVID.
Kekurangan tenaga kerja
Dr Jie Wang dari University of Queensland Business School dan Dr Ilmiawan Auwalin dari Universitas Airlangga mengamati pandemi telah memaksa pekerja pariwisata untuk mencari pekerjaan di sektor lain; dan tidak ada jaminan mereka akan kembali ke pekerjaan yanglama.
“Pariwisata telah kehilangan banyak staf berpengalaman selama pandemi. Beberapa dari mereka telah berganti pekerjaan dan mereka harus berpindah ke sektor lain,” kata Dr Wang.
“Begitu perjalanan internasional kembali, akan ada celah besar karena pariwisata berusaha menawarkan layanan berkualitas tinggi dimana mereka juga kehilangan banyak anggota staf yang terampil. Hal ini akan menimbulkan risiko besar tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga banyak negara, bahkan Australia, dan pemerintah perlu menanggapinya.”
Dr Wang mengatakan pemerintah perlu bertindak cepat untuk membantu pemulihan sektor.
“Ya, kita masih dalam pandemi dan belum sepenuhnya pulih, tetapi ketika pariwisata pulih, dimana mereka yang akan melayani pelanggan?” dia berkata.
Menyikapi situasi di Indonesia, Dr Ilmiawan Auwalin mengatakan banyak pekerja pariwisata dan hotel telah kembali bertani.
“Kami telah melihat laporan berita tentang mantan pekerja hotel yang sekarang berpenghasilan lebih besar di pertanian dibandingkan dengan bekerja di perhotelan,” kata Dr Auwalin.
“Banyak pekerja hotel di Jakarta atau Bali bermigrasi dari daerah pedesaan.”
“Hotel tidak mampu membayar mereka selama pandemi sehingga mereka kembali ke daerah.”
Dr Lintje Sie dari University of Queensland mengatakan operator pariwisata yang lebih kecil di tempat-tempat seperti Bali kemungkinan akan membutuhkan bantuan pemerintah, terutama dalam memenuhi standar keselamatan dan kebersihan COVID yang baru.
“Sebagian besar hotel internasional memiliki prosedur operasi standar yang diterapkan secara internasional untuk memastikan kebersihan, kesehatan, dan sanitasi tetap terjaga,” kata Dr Sie.
“Masalahnya, misalnya di Bali, ada kemungkinan usaha kecil milik penduduk setempat… yang mungkin perlu bantuan untuk meningkatkan keterampilan mereka di bidang teknologi”.
“Hotel internasional kami yakin siap menyambut wisatawan, tetapi untuk bisnis yang dimiliki oleh penduduk setempat, harus ada prosedur operasi standar atau panduan agar orang yang bepergian ke negara itu merasa aman.”
Pariwisata domestik dan internasional
Para peneliti menunjukkan bahwa di Indonesia, tempat-tempat yang dapat dengan mudah menarik wisatawan domestik mungkin akan pulih lebih cepat.
“Bali adalah salah satu yang paling terpukul karena sangat bergantung pada wisatawan internasional. Jakarta juga sudah mulai pulih karena pemerintah sudah membuka gerbang untuk pariwisata domestik dan internasional dua atau tiga bulan lalu,” kata Dr Auwalin.
“Wisatawan domestik juga datang ke Bali, namun karena Bali sangat bergantung pada pariwisata internasional, pemulihan mereka tidak secepat ini.”
Sementara pemerintah baru-baru ini membuka kembali Bali untuk turis internasional meskipun layanan udara internasional ke pulau itu tetap terbatas.
Daftar disini untuk Hari ke-3 PAIR Digital Summit
Pergeseran pasar
Dr Wang mengatakan pasar pariwisata yang dapat menunjukkan fleksibilitas akan lebih cepat pulih karena membawa kemajuan dalam digitalisasi dan teknologi.
“Melalui pemulihan pandemi, kita akan melihat destinasi yang memiliki lebih banyak pelanggan domestik pulih lebih baik.
“Itu adalah pelajaran: Anda harus dapat menunjukkan fleksibilitas sebagai pemasok untuk melayani lebih dari satu pasar dan beradaptasi dengan banyak jenis wisatawan lainnya,” katanya.
“Dan dari banyak proyek penelitian yang kami lakukan, kami melihat banyak hotel dan destinasi telah mengubah pasarnya dan beradaptasi dengan cepat.
“Saya pikir itu adalah pelajaran yang sangat penting.”
Dampak COVID-19 pada pariwisata dan pemulihan industri akan ditampilkan dalam diskusi panel dengan Dr Ya-Yen Sun dan Dr Ilmiawan Auwalin pada hari Kamis 2 Desember untuk Hari ke-3 PAIR Digital Summit.
Mereka akan bergabung dengan Widyasari Listyowulan, Vice President Public Policy and Government Relations Traveloka, dan Dr Futu Futuray, analis kebijakan dari Kementerian Keuangan RI.
Baca laporan selengkapnya disini.