Pengorbanan besar garda terdepan Indonesia dalam perang melawan COVID-19
Jumlah korban COVID-19 di antara petugas kesehatan yang tinggi menunjukkan kurangnya sumber daya di banyak rumah sakit di Indonesia, seperti yang diungkapkan dalam webinar PAIR Summit 2021 oleh Australia-Indonesia Centre.
PAIR Summit ini juga mencatat bahwa, bahkan ketika rumah sakit menerapkan protokol yang ketat, pedoman tersebut tidak diterapkan secara luas di tingkatan masyarakat dimana banyak petugas kesehatan Indonesia yang tertular virus di luar tempat bekerja.
Pembicara pada sesi kesehatan hari pertama PAIR Summit ini adalah Profesor Daniel Prajogo, Dr Ratna Sari Dewi, Associate Professor Ansariadi Ancha dan Associate Professor Simon Reid yang mendiskusikan tentang upaya melindungi petugas kesehatan dan mengubah sikap masyarakat selama krisis.
Selain itu, tanggapan juga diberikan oleh pimpinan Health Security Partnership, John Leigh.
Tingginya angka penularan COVID-19 di kalangan petugas kesehatan telah disebutkan dalam laporan riset PAIR yang mencatat Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian petugas kesehatan tertinggi di dunia akibat COVID-19 .
Pada November 2021, 2066 petugas kesehatan meninggal dunia, menurut Ikatan Dokter Indonesia, meningkat dari 718 pada bulan Maret sebelum gelombang varian Delta melanda.
Dalam diskusi tersebut, beberapa poin penting dikemukakan sebagai berikut:
- Kebijakan di rumah sakit Indonesia telah sesuai, tetapi implementasinya masih kurang.
- Sementara beberapa rumah sakit memiliki sumber daya yang baik, di rumah sakit lainnya staf harus membeli atau menggunakan kembali APD mereka sendiri. Kondisi ini seringkali ditemukan di daerah.
- Banyak petugas kesehatan muda dan siap mengambil risiko.
- Ruang ganti adalah tempat penularan utama di rumah sakit.
- Banyak kasus penularan juga terjadi di luar tempat kerja, ketika staf lengah dan tidak memakai alat pelindung diri.
Profesor Prajogo mengatakan implementasi kebijakan merupakan salah satu tantangan utama.
“Saya pikir [masalah] yang paling penting adalah kesenjangan antara rumah sakit.
“Dan ini sangat penting karena kesenjangan tersebut justru mempengaruhi jumlah staf yang bisa terpapar COVID-19.”
Profesor Prajogo memberikan tiga contoh perbedaan yang berbeda.
“Yang pertama adalah perbedaan fasilitas. Di beberapa rumah sakit, mereka memiliki ruang isolasi khusus, tetapi tidak setiap rumah sakit memilikinya. Bahkan beberapa rumah sakit hanya memisahkan antara area COVID dan non-COVID dengan tirai. Jadi fasilitas yang tersedia berbeda menurut kelas rumah sakit.”
Tambahnya, di satu rumah sakit yang diperiksa, semua staf sudah dibekali APD lengkap. Namun, di rumah sakit lain, staf harus membeli APD sendiri.
“Dan ketika mereka tidak mampu membeli, mereka harus menggunakan kembali beberapa APD yang seharusnya sekali pakai.”
Profesor Prajogo mengatakan ada juga masalah tentang perawatan staf yang terinfeksi, dengan beberapa rumah sakit menyediakan fasilitas khusus, tetapi yang lain tidak memiliki pilihan selain mengirim staf pulang untuk karantina mandiri dan “berjuang untuk diri mereka sendiri”.
Dia mengatakan ruang ganti rumah sakit telah menjadi tempat penularan utama dalam banyak kasus.
“Saat pekerja harus melepas APD dan berganti pakaian,” ujarnya.
“Itu sebenarnya adalah area di mana pekerja harus dilindungi, tetapi menjadi tempat di mana banyak penularan terjadi. Jadi sekali lagi ini adalah masalah perilaku yang penting untuk diperhatikan.”
Selain itu, banyak penularan terjadi di luar tempat kerja.
“Ini menjadi bagian yang menarik karena ketika tenaga kesehatan berada di rumah sakit dan khususnya di area COVID, mereka menjadi lebih hati-hati dan waspada,” kata Profesor Prajogo.
“Tapi begitu mereka pulang … mereka menurunkan tingkat perlindungan mereka dan di situlah penularan dapat terjadi.”
Dr Ratna Sari Dewi menjelaskan pentingnya penyampaian pesan yang konsisten untuk memastikan keselamatan petugas kesehatan.
“Manajemen rumah sakit perlu secara konsisten mengingatkan seluruh tenaga medis untuk memperhatikan protokol kesehatan guna mengurangi potensi risiko infeksi COVID-19,” ujarnya.
Associate Professor Ansariadi Ancha mengatakan informasi lebih lanjut tentang penyebab penularan di kalangan dokter sangat penting.
“Kami tahu bahwa ada banyak dokter yang terinfeksi ketika mereka bekerja, tetapi apa yang kami tidak tahu sebenarnya di mana mereka tertular dan itu adalah pertanyaan kritis,” katanya.
“Karena jika ingin melakukan tindakan preventif kita harus benar-benar tahu dari mana mereka tertular, apakah itu selama perawatan pasien, atau di tempat lain.”
Selain itu, Associate Professor Simon Reid mencatat pentingnya “efikasi diri” dalam mencegah penularan.
“Jadi jika kita melihat penggunaan APD, dokter yang lebih muda lebih cenderung mengatakan, ‘Saya sudah terlindungi secara sempurna’,’ katanya.
“Tetapi ketika Anda benar-benar melihat apa yang mereka lakukan, kemungkinan alat APD mereka jauh dari efektif.”
Profesor Reid juga mencatat kompleksitas bekerja di lingkungan COVID-19.
“Kami terus kembali pada konteks petugas kesehatan yang lelah dan memiliki kondisi yang berbeda; mereka memiliki kehidupan di luar pekerjaan dan dalam pekerjaan itu sendiri yang berbeda-beda.”
Dia juga menjelaskan bahwa risiko tinggi juga terjadi saat mereka mengunjungi pusat perbelanjaan atau bepergian jauh untuk mengunjungi keluarga di luar daerah, sesuatu yang masih harus diteliti lebih lanjut.
Sesi tersebut juga mencakup penyebaran informasi yang salah tentang pandemi dengan Associate Professor Reid yang mencatat gelombang “anti vaksinasi” di beberapa bagian di dunia.
Namun dalam rangkuman sesinya, John Leigh, pimpinan Health Security Partnership Australia-Indonesia, mengungkapkan bahwa Indonesia telah mampu menghindari politisasi kampanye vaksinasi dengan baik.
“Masyarakat masih mempercayai pemerintah dan saya pikir itu bagus, tidak ada politisasi vaksin dan masker, dll,” katanya.
Sembari tetap memperhatikan tantangan yang sedang berlangsung, John Leigh mengungkapkan ada “peluang besar untuk perubahan”, tidak hanya dalam menghadapi COVID-19 tetapi juga krisis kesehatan di masa depan.