Petugas kesehatan di garis ancaman saat pandemi melanda

Menyelamatkan diri sendiri dari menjadi tantangan yang dihadapi oleh para petugas medis dan kesehatan di Indonesia dengan kasus penularan dan angka kematian COVID-19 yang tinggi. Bagaimana situasi ini dapat diatasi?

 

Tingginya angka kematian akibat COVID-19 di antara petugas kesehatan Indonesia mencerminkan kurangnya fasilitas dan sumber daya di berbagai kelas rumah sakit. Tim peneliti dari Kemitraan Riset Australia-Indonesia (PAIR) yang dipimpin oleh Prof Daniel Prajogo dan Prof Ratna Sari Dewi menulis sebuah laporan berjudul Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Melindungi Petugas Kesehatan Indonesia dari Pandemi COVID-19.

Laporan tersebut akan dibahas secara detail pada hari pertama PAIR Digital Summit 2021, Selasa 30 November.

Daftar untuk Hari Pertama PAIR Digital Summit

Seperti yang diungkapkan dalam laporan tersebut, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi untuk petugas kesehatan akibat COVID-19, dengan asosiasi medis nasional memperkirakan jumlah korban setidaknya 718 jiwa pada awal Maret 2021.

Salah satu pimpinan tim penelitian, Professor Daniel Prajogo dari Monash Business School, mengatakan bahwa meskipun setiap rumah sakit di Indonesia memiliki standar tinggi, tidak semuanya mampu menerapkan prosedur secara efektif.

“Secara umum kebijakan dan prosedur K3 sudah memadai. Tantangannya ada di implementasinya,” ujarnya.

Implementasi standar kebijakan tersebut ditantang oleh dua faktor; kepatuhan terhadap aturan dan sumber daya.

“Setiap rumah sakit mengatakan Anda harus memakai peralatan khusus, tetapi tidak setiap rumah sakit mampu menyediakan alat pelindung diri.”

“Sayangnya beberapa staf harus menggunakan alat pelindung diri berkali-kali karena sumber daya yang sangat terbatas dan ketidaksesuaian standar antar rumah sakit,” kata Profesor Prajogo.

Ada ketidaksetaraan dalam rumah sakit umum di Indonesia dengan klasifikasi ‘A’, ‘B’ dan ‘C’. Kelas A lebih unggul dengan ketersediaan ruangan khusus untuk pasien COVID-19. Tetapi saat pandemi mulai menyebar, banyak pasien harus pergi ke rumah sakit lain dengan fasilitas dan sumber daya yang tidak memadai.

“Ada juga perbedaan antara rumah sakit negeri dan swasta,” ungkapnya.

Profesor Prajogo mengatakan petugas kesehatan tidak hanya menghadapi ancaman fisik dari paparan virus, tetapi juga tekanan mental yang parah karena melihat rekan-rekan mereka terdampak beban kerja yang meningkat secara signifikan.

“Dengan ketegangan fisik dan psikologis, ini sangat mempengaruhi kualitas pekerjaan mereka,” ujarnya

Laporan itu juga mencatat perlunya lebih banyak pelatihan.

“Nomor satu adalah pelatihan dasar K3 untuk semua staf, dan rumah sakit membutuhkan lebih banyak staf,” kata Profesor Prajogo.

“Ada pelatihan intensif khusus yang diperlukan untuk perawat yang ditugaskan di area isolasi COVID-19, karena ini berisiko tinggi dan membutuhkan tingkat pelatihan dan peralatan yang berbeda.”

Poin ketiga adalah pelatihan bagi para petugas cadangan.

“Karena pada titik tertentu, jumlah staf tetap tidak mencukupi untuk menangani jumlah pasien,” kata Profesor Prajogo. “Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mengizinkan tenaga honorer yang sebagian besar merupakan mahasiswa kesehatan dari fakultas farmasi, kebidanan dan keperawatan. Mereka memiliki pengetahuan dasar dan itulah sebabnya mereka dapat direkrut sebagai cadangan.”

Profesor Prajogo mencatat perubahan penting dalam sikap para petugas kesehatan, “terutama setelah mereka melihat bukti bahwa COVID bukan hoax”.

Daftar untuk Hari Pertama PAIR Digital Summit

“Mereka melihat bahwa COVID itu nyata, dampaknya mematikan sehingga benar-benar mengubah sikap mereka,” katanya. “Bagi para manajemen rumah sakit, mereka menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga kepatuhan dan memantau kepatuhan staf. Itulah sebabnya beberapa rumah sakit telah membentuk Unit Pengendalian Penyakit Infeksi.”

Perubahan sikap dan budaya juga terjadi.

“Jadi jika petugas kesehatan melihat seseorang di rumah sakit tanpa masker, mereka berkata, ‘hei, di mana maskermu’. Dan jika seseorang memasuki zona ‘merah’ tanpa izin, mereka merasa memiliki kekuatan untuk menghentikan mereka,” katanya. “Manajemen rumah sakit juga mengambil tindakan cepat jika wabah menyebar di salah satu bagian rumah sakit.”

Dengan gelombang kedua COVID-19 yang lebih serius sejak penelitian dilakukan, Profesor Prajogo mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat bagaimana pandemi berdampak bagi para petugas kesehatan.

Topik kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kesehatan akan dibahas oleh Prof Daniel Prajogo dan Prof Ratna Sari Dewi dalam diskusi panel pada hari pertama PAIR Digital Summit, Selasa 30 November 2021.

Baca laporan penelitian selengkapnya di sini.

Digital Communications Coordinator,
The Australia-Indonesia Centre