Puncak kegiatan PAIR di Universitas Hasanuddin merefleksikan hubungan Australia-Indonesia pada lintas bidang: transportasi, komoditas, pendidikan dan kesehatan

Ide-ide besar untuk pengembangan kerjasama Sulawesi Selatan dan Australia-Indonesia telah dituangkan dalam konferensi di Makassar yang dihadiri oleh para pimpinan industri, pemerintah dan pendidikan.
PAIR Summit berlangsung di auditorium Universitas Hasanuddin membahas kemajuan di bidang transportasi, komoditas, pendidikan dan kesehatan, dengan menghadirkan pembicara tingkat tinggi dan sesi panel yang dipimpin oleh rekan peneliti senior dari Australia-Indonesia Centre.
Acara diawali dengan penampilan dari paduan suara Universitas Hasanuddin yang membawakan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta kemeriahan dari lagu khas Australia Waltzing Matilda.
Sambutan disampaikan oleh Direktur Eksekutif AIC Eugene Sebastian dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Profesor Nizam.
Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa menyambut para delegasi. Beliau menekankan pentingnya kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese baru-baru ini ke Indonesia sebagai “sinyal yang sangat baik” untuk hubungan antara kedua negara.
Profesor Jamaluddin berbicara tentang pentingnya hubungan people to people lintas bisnis dan akademisi.
Beliau mengatakan model PAIR membantu universitas mengatasi tantangan yang dihadapi oleh pembuat kebijakan dan Unhas bangga menjadi mitra PAIR.
Prof Jompa juga menyatakan bahwa Unhas berusaha untuk menjadi universitas yang ramah disabilitas dan bekerja sama dengan sekolah-sekolah berkebutuhan khusus.
Dalam pidato yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah Sulsel Andi Aslam Patonangi, mewakili Gubernur Andi Sudirman Sulaiman mengatakan provinsinya memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar enam persen yang berada di atas rata-rata nasional tetapi “kita masih memiliki ruang untuk berkembang lebih luas lagi”.
“Di sinilah pendidikan tinggi masuk. Saya harap kita bisa berkolaborasi,” kata Andi Aslam selaku Ketua Tim Percepatan Kerjasama Australia-Indonesia Centre dan Sulsel, mengacu pada peresmian PAIR Lab baru-baru ini.
“Kami sangat memahami pentingnya kolaborasi; kami membutuhkan dukungan dari Unhas, PAIR dan Australia,” ungkap Bapak Andi Aslam.
Direktur eksekutif Australia-Indonesia Centre, Eugene Sebastian, melihat kembali perkembangan proyek PAIR, dan bagaimana proyek itu dibangun di atas hubungan perdagangan bersejarah antara Makassar dan Australia Utara yakni “teripang” atau “diplomasi teripang”.
“Selama empat tahun terakhir, 320 peneliti telah mengerjakan 44 proyek penelitian,” kata Dr Eugene tentang program PAIR.
Minister-Counsellor untuk Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Adrian Lochrin, mengatakan Makassar memainkan peran penting dalam hubungan Australia-Indonesia.
Mr Lochrin mengatakan pentingnya kunjungan Perdana Menteri Albanese ke Indonesia, khususnya ke Makassar segera setelah ia menjabat mencerminkan “komitmen di luar Jakarta”.
Dia mencatat agenda ekonomi bilateral yang signifikan, dengan kunjungan delegasi dana pensiun Australia ke Indonesia pada bulan Agustus.
“Perdana Menteri Albanese memiliki ambisi tinggi untuk hubungan ekonomi [dan] berbagi pengetahuan untuk masalah terapan di kedua negara sangatlah relevan,” katanya.
“Tim PAIR telah mempresentasikan program kerjasama dengan Sulsel kepada kedutaan besar dan visi PAIR sejalan dengan Australia.”

Sesi panel
PAIR Summit tersebut mencakup dua panel, satu fokus pada transportasi dan komoditas dan yang kedua pada kalangan muda, keduanya dipandu oleh koordinator penelitian PAIR Nana Saleh.
Panelis dan rekan peneliti senior Australia-Indonesia Centre, Nyoman Pujawan, berbicara tentang perkeretaapian Sulawesi Selatan dan bagaimana minat yang kuat di antara masyarakat yang melakukan perjalanan antara Makassar dan Parepare.
Profesor Nyoman mengatakan subsidi akan memainkan peran penting dalam memastikan harga tiket kereta api terjangkau, membangun minat sejak dini.
Dia juga mencatat proporsi pemilik angkutan yang tertarik menggunakan jalur tersebut jauh di bawah tingkat minat penumpang. Ada juga diskusi tentang terminal antar moda, smart system, dan integrasi kereta api dengan rencana angkutan umum kota di sepanjang jalurnya.
Ekowisata juga dibahas, termasuk membuat lahan basah di sekitar Rammang-Rammang agar lebih mudah diakses.
Diskusi tentang komoditas mencakup potensi industri rumput laut untuk mengubah kehidupan masyarakat di sepanjang garis pantai, dengan penoperasian sederhana yang sebelumnya hanya bergantung pada penangkapan ikan, kini lebih mampu dalam mengelola pemanenan dan ekspor rumput laut.
“Transformasi itu baru terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Hidup mereka telah berubah menjadi lebih baik,” kata Profesor Ilyas.
Diskusi tersebut juga merefleksikan keberlanjutan, dan bagaimana Indonesia bisa menjadi seperti Prancis sebagai produsen kosmetik dari rumput laut.
Panelis Bupati Maros HAS Chaidir Syam, Kepala Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan Setiawan Aswad, Sudirman Nasir dan Reni Suwarso. Gambar: PASANG
Aspirasi kalangan muda
Sesi panel kedua berfokus pada isu-isu kepemudaan, dengan peneliti senior AIC Reni Suwarso dari Universitas Indonesia merefleksikan aspirasi kaum muda.
“Dari data yang kami amati… mayoritas remaja tidak tamat SMP,” katanya.
“Pertanyaannya adalah, pekerjaan seperti apa yang bisa mereka ambil?”
Dr Suwarso mengatakan budaya pendidikan penting dalam mendorong generasi muda untuk mau memperbaiki diri dan pentingnya sekolah kejuruan dalam memungkinkan mereka meningkatkan keterampilan di era teknologi, terutama dengan kursus online.
Rekan peneliti senior AIC Sudirman Nasir berbicara tentang layanan kesehatan dan kerentanan kaum muda, serta potensi penggunaan dana desa untuk layanan kesehatan mental.
Melihat ke masa depan
Ketua dewan Australia-Indonesia Centre, Harold Mitchell, berterima kasih kepada Universitas Hasanuddin yang berkontribusi pada forum tersebut, ia mengatakan “tidak ada yang melihat ke belakang – semua orang melihat ke depan”.
Mr Mitchell mengatakan kereta api dapat membantu membuka akses di dalam Indonesia, seperti yang telah dilakukan di Amerika Serikat, dan mendorong Indonesia untuk “melihat masa depan” dan mengolah rumput laut di dalam negeri dan menjualnya, daripada mengekspor komoditas mentah ke China.
“Hari ini kita telah melihat dan meletakkan dasar untuk masa depan. Begitu banyak dari pembicara yang berbicara dari hati mereka – orang-orang yang luar biasa dan percaya diri,” kata Mr Mitchell.
“Pada tahun 2050 Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia. Itu ada di tangan orang-orang di ruangan ini dan para pemuda di universitas.”
Acara ditutup oleh Kepala Bappelitbangda Sulawesi Selatan, Andi Darmawan Bintang menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Australia dan AIC serta kepada semua pihak yang “mengerahkan upaya dan tenaga untuk menjadikan Sulsel lebih baik”.
“Pemerintah Sulsel akan mengadopsi bukti penelitian ini dan mulai memasukkannya ke dalam rencana pembangunan jangka menengah, termasuk di berbagai dinas,” kata Bapak Andi Darmawan.
“Pemerintah Sulsel sangat memperhatikan peningkatan pada wilayah penelitian PAIR. Sekali lagi terima kasih atas kerjasama ini dan saya harap hubungan ini berlanjut melalui PAIR Lab.”
Ketua Australia-Indonesia Centre Harold Mitchell (kiri tengah) dan Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa (kanan tengah) disaksikan oleh menteri-konselor DFAT Adrian Lochrin (paling kiri) dan direktur eksekutif AIC Eugene Sebastian. Gambar dari PAIR