Riset AIC/PAIR mendiskusikan strategi penetapan harga KA Sulawesi Selatan
Strategi penetapan harga dan subsidi merupakan komponen penting dari kereta api Sulawesi Selatan. Hal ini dibahas pada konferensi di Jakarta yang menyimpulkan bahwa diperlukan dukungan untuk kereta barang dan penumpang pada tahap awal proyek.
Demikian pesan Dr Gede Pasek Suardika, Kepala Badan Kebijakan Transportasi (BKT), dan para analis dari Kemitraan Riset Australia-Indonesia yang mengkaji KA Makassar-Parepare sebagai bagian dari laporan mendalam.
Laporan PAIR tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi utama, termasuk subsidi, penentuan lokasi terminal barang antar moda, dan integrasi jalur kereta api dengan angkutan umum.
Saat menyampaikan pidato utama, Menteri Perhubungan Dr (H.C.) Ir. Budi Karya Sumadi mengatakan jalur tersebut memiliki potensi besar untuk pergerakan barang yang berkelanjutan, meski ada tantangan yang harus diatasi seperti yang diidentifikasi oleh penelitian PAIR.
Dr Gede Pasek Suardika mengatakan jalur KA Makassar-Parepare penting dan mengambil pendekatan pembangunan “Indonesia sentris” daripada “Jawa sentris”, namun jalur KA tersebut akan membutuhkan dukungan di awal.
“Subsidi merupakan keharusan, setidaknya dalam awal operasi,” katanya, serta mencatat bahwa transportasi “memberikan hasil yang lambat”.
“Kita perlu memastikan kenaikan permintaan tapi ini butuh waktu. Makanya kita perlu kebijakan berupa subsidi.”
Para peneliti PAIR mendukung gagasan perkeretaapian di Sulawesi Selatan, , yang menghasilkan penelitian yang menjadi dasar ringkasan kebijakan yang merekomendasikan sejumlah langkah untuk memastikan pengoperasian KA berhasil.
Dr Gede berbicara tentang potensi “mengubah pikiran, mengubah paradigma” perkeretaapian di Sulawesi Selatan dan mencatat potensi jalur tersebut untuk berkontribusi pada ekowisata.
“PAIR memberikan perhatian pada masalah ini dan mempertimbangkan berbagai cara untuk memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dan provinsi.”
Dalam diskusi panel, peneliti senior AIC Nyoman Pujawan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember menyampaikan beberapa gagasan yang membutuhkan intervensi pemerintah karena sensitivitas harga untuk angkutan barang.
Profesor Nyoman melakukan kajian prakiraan permintaan dan mengatakan bahwa subsidi harus menjadi pilihan untuk layanan angkutan dan penumpang.
“Kita perlu melihat analisis biaya-manfaat. Karena saat ini, jika dilihat dari keuntungan perusahaan yang mengoperasikannya, kita mungkin akan berkata ‘oh, itu banyak sekali’.
“Namun, yang kami lupakan di sini adalah manfaat yang dihasilkan oleh layanan transportasi tersebut jauh melebihi pendapatan yang diterima operator,” ujarnya.
“Ini yang perlu kita pertimbangkan dan itu juga tanggung jawab pemerintah, dan oleh karena itu pemerintah harus berani memberikan subsidi.”
Membahas optimalisasi jalur kereta api, peneliti senior AIC Siti Malkhamah dari Universitas Gadjah Mada menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan industri.
Profesor Malkhamah mengatakan ada tantangan dalam mengatasi banjir di beberapa titik dan “kita perlu meminimalkan kemungkinan terjadinya banjir dan kita juga perlu mengkaji apa yang perlu kita lakukan jika terjadi banjir”.
Profesor Malkhamah menyebut KA Makassar-Parepare sebagai “urat nadi angkutan barang dan penumpang” di Sulawesi Selatan.
Ditanya tentang potensi jalur KA Makassar-Parepare menjadi kereta api perkotaan berfrekuensi tinggi di Wilayah Metropolitan Mamminasata, Andreas Ernst dari Monash University mengatakan penting untuk mengambil pendekatan terpadu.
“Ada keterbatasan frekuensi kereta dalam satu jalur. Masalah lainnya adalah bagian jalur ini belum dibangun dan hanya akan melayani bagian utara wilayah Mamminasata,” kata Profesor Ernst.
“Jadi ada beberapa tantangan, namun penting untuk mengintegrasikan angkutan umum yang ada dan angkutan umum masa depan dengan jalur kereta api untuk memastikan perjalanan yang lebih jauh dapat dilakukan dari wilayah metro Makassar ke bagian lain provinsi ini.”
Sesi ini juga mencakup paparan dari peneliti PAIR Ilham Alimuddin dari Universitas Hasanuddin, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Kementerian Perhubungan Indonesia Mohamad Risal Wasal dan analis kebijakan Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Herawati Basirpuli.
Penelitian PAIR menunjukkan sejumlah potensi tujuan ekowisata di sepanjang jalur kereta api, dengan pelaku bisnis wisata lokal antusias dengan keberadaan jalur KA yang menyediakan akses yang lebih baik ke beberapa geosite yang menarik.
Menurut Dr Alimuddin, konektivitas yang lebih baik antara stasiun kereta api dan angkutan bus diperlukan untuk memanfaatkan potensi wisata ini.
“Ini penting untuk kenyamanan wisatawan dalam menggunakan jalur kereta api untuk mengakses destinasi ekowisata tersebut,” kata Dr Alimuddin.
Bapak Wasal menyampaikan kemajuan konstruksi jalur kereta api, dengan investasi sebesar Rp 8,25 triliun dan jalur sepanjang 118 kilometer telah dibangun dan 66 km telah beroperasi.
Bapak Wasal mengatakan 14 stasiun kereta telah dibangun, 10 di antaranya siap digunakan, mencatat bahwa waktu tempuh antara Makassar dan Parepare akan memakan waktu sekitar sembilan puluh menit atau dua kali lebih cepat dari perjalanan melalui jalan darat.
Ibu Herawati berbicara tentang rencana aksi kebijakan dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk pengoperasian dan keberlanjutan jalur KA tersebut.
Ia merekomendasikan agar pemerintah mempromosikan KA Makassar-Parepare agar masyarakat lebih mengenal layanan kereta api.
Direktur Eksekutif AIC Eugene Sebastian juga berbicara pada konferensi tersebut, mengangkat pentingnya pelatihan keterampilan untuk mendukung investasi pemerintah di infrastruktur jalan raya, kereta api, bandara dan pelabuhan.
“Tidak semua masyarakat mendapat manfaat dari perkembangan ini karena mereka tidak memiliki akses ke pengetahuan atau keterampilan atau sumber daya yang dapat membantu mereka mendapatkan keuntungan dari pembangunan dan investasi infrastruktur transportasi baru ini,” kata Dr Sebastian.
Konferensi tersebut juga mendengar dari Sekretaris Pertama (Infrastruktur) Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Esther Ewagata, yang mengatakan kemitraan antara peneliti Indonesia dan Australia dalam memaksimalkan efektivitas perkeretaapian Sulawesi Selatan menunjukkan “persahabatan yang erat” antara kedua negara.
“Penting untuk berbagi pengetahuan demi menciptakan solusi yang bisa diterapkan dalam mengatasi tantangan,” kata Ms Ewagata.