Satu Data: COVID-19, konektivitas dan integrasi data kesehatan di Indonesia
Respons terhadap krisis kesehatan global membutuhkan data yang mutakhir dan dapat diandalkan. Dalam krisis yang disebabkan oleh virus, petugas kesehatan dan pembuat kebijakan memerlukan akses atas data yang terintegrasi untuk mengelola kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam populasi sebesar Indonesia – hampir 270 juta jiwa tersebar di 34 provinsi dan 541 kabupaten – memadukan data dan sistem informasi terkait kesehatan merupakan tantangan yang signifikan. Tantangan menjadi berlipat ganda ketika integrasi data perlu terhubung ke berbagai pemangku kepentingan dan di berbagai tingkatan – dari pemerintah di pusat, provinsi dan kabupaten dan lintas sektor: kesehatan, non-kesehatan, publik, swasta dan lainnya.
Untuk mengatasi tantangan ini, Gugus Tugas Nasional COVID-19 telah mengembangkan Application Programming Interface (API). API mengintegrasikan berbagai sistem untuk mendukung respons pandemi. Tetapi API tidak luput dari kekurangan. Untuk satu hal, API telah menunjukkan kesenjangan kematangan digital yang ada antara berbagai pemain – contohnya beberapa praktik teknologi lebih maju daripada yang lain. Ini menciptakan hambatan untuk penggunaan sistem dan integritas data di seluruh sistem. Masalah lain yang muncul adalah persoalan duplikasi, inkonsistensi, dan kesenjangan data. Semua ini mengurangi kemampuan pembuat keputusan kesehatan untuk membuat keputusan berdasarkan informasi yang diperlukan untuk mengontrol dan mengelola penyebaran kasus COVID-19.
Untuk lebih memahami sejauh mana masalah data COVID-19 di Indonesia, Australia-Indonesia Centre (AIC) meluncurkan proyek Rapid Research. Proyek ini akan mengeksplorasi berbagai tantangan konektivitas data yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan. Proyek ini juga akan mengusulkan solusi untuk membantu meningkatkan integrasi sistem informasi.
Fokus penelitian ini dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Provinsi ini terdiri dari empat kabupaten dan kota dengan beberapa pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembuatan dan penggunaan data COVID-19. Gabungan tim peneliti bidang teknologi, informatika kesehatan, dan perilaku informasi akan menggunakan pendekatan Enterprise Architecture (EA) untuk mengatasi tantangan tersebut.
“EA telah digunakan selama beberapa tahun terakhir di sektor publik dan swasta untuk memandu manajemen dan evolusi sistem informasi, proses dan infrastruktur,” kata salah satu pemimpin penelitian tersebut, Dr Sherah Kurnia.
“Ini adalah pendekatan yang berguna untuk meningkatkan integrasi data dan sistem kesehatan di Indonesia. Memiliki satu sumber kebenaran untuk semua data kesehatan akan memungkinkan interogasi data yang efektif dan efisien, serta memberikan informasi yang lebih baik kepada pembuat keputusan. “
“Tim penelitian kami akan melibatkan pemangku kepentingan di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional”, sebut pemimpin lainnya dari penelitian ini, Dr Safirotu Khoir. “Kami akan menganalisis, misalnya, aliran data dari fasilitas kesehatan ke otoritas yang lebih tinggi. Penilaian aliran data yang ada dan status keefektifan akan menyoroti area mana saya yang membutuhkan perbaikan.”
“Saat ini lembaga kesehatan, start-up, dan lembaga non-pemerintah telah membuat sistem informasi sendiri untuk memperoleh dan membagikan data COVID-19 kepada pembuat kebijakan. Kami akan mengkaji tantangan yang dialami akibat integrasi yang terbatas dan menyumbangkan gagasan yang dapat mendukung keadaan Enterprise Architecture dari Badan Kesehatan Nasional Indonesia di masa depan.
Rekomendasi untuk meningkatkan informasi sistem informasi kesehatan di Indonesia akan dibagikan kepada pembuat kebijakan dan otoritas terkait, termasuk pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten.
Tim peneliti
Ketua: Dr Sherah Kurnia (UniMelb), Dr Safirotu Khoir (UGM)
Anggota: Anis Fuad (UGM), Guardian Y. Sanjaya (UGM), Dr Rod Dilnutt (UniMelb)
Narahubung media Australia
Marlene Millott
Staf Program PAIR
+61 427 516 851
pair@australiaindonesiacentre.org
Narahubung media Indonesia
Fadhilah Trya Wulandari
Staf Program PAIR
+62 8124 3637 755
pair@australiaindonesiacentre.org
Tentang Australia-Indonesia Centre
AIC didirikan oleh Pemerintah Australia dan Indonesia pada tahun 2013. AIC menyatukan 11 universitas – tujuh universitas di Indonesia dan empat di Australia – untuk memajukan hubungan antar-warga dalam sains, teknologi, pendidikan, inovasi, dan budaya. AIC merancang dan memfasilitasi program penelitian bilateral, membawa hasil penelitian ke dalam kebijakan dan praktik. Hal ini membentuk tim interdisipliner yang bekerja secara kolaboratif dengan pemangku kepentingan – kebijakan, bisnis, dan komunitas – untuk menemukan solusi terhadap tantangan regional, nasional dan global.
Selain penelitian, aktivitas penjangkauan AIC berkontribusi pada upaya menghubungkan orang-ke-orang yang lebih luas. Hal ini dilakukan melalui dialog digital yang berusaha untuk memberikan berbagai wawasan baru. Hal tersebut juga mendukung pendalaman pertukaran budaya melalui festival film pendek Indonesia Australia, mengeksplorasi sikap dan persepsi nasional masing-masing terhadap satu sama lain, dan menyatukan pemimpin masa depan kedua negara dalam berbagai program, lokakarya, dan dialog.
Proyek Small Rapid Research (SRR) adalah bagian dari program Kemitraan untuk Penelitian Australia dan Indonesia (Partnership for Australia-Indonesia Research/PAIR), yang didanai oleh Pemerintah Australia.
Photo by National Cancer Institute on Unsplash