Memahami mata pencaharian dan aspirasi kaum muda dalam menghadapi perubahan dan perkembangan agraria di Sulawesi Selatan
Laporan ini menyajikan analisis dan gambaran rinci tentang mata pencaharian, keterampilan, pendidikan, dan aspirasi kaum muda pedesaan di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Kabupaten Maros sedang mengalami perubahan besar dalam bidang agraria, yang ditandai dengan pembangunan infrastruktur, urbanisasi, pertambangan, dan perluasan tanaman komoditas. Meluasnya perubahan ini menciptakan masa depan yang baru dan serba tak pasti bagi kaum muda Sulawesi Selatan serta memunculkan tuntutan atas kebijakan terpadu yang mendukung pengembangan keterampilan kaum muda dan kesempatan kerja layak.
Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami keterlibatan kaum muda dalam kegiatan pertanian dan non-pertanian, juga keselarasan aspirasi, keterampilan, pendidikan, dan kesempatan kerja mereka dengan kondisi sosial dan ekonomi daerah pedesaan, pesisir, dan peri-urban di Kabupaten Maros.
Penelitian ini menggunakan analisis kebijakan dan demografi serta metode kualitatif terhadap empat desa dengan cakupan wilayah geografis yang luas, meliputi daerah pedesaan, pesisir, transisi, dan peri-urban. Tim peneliti melakukan penilaian awal, memfasilitasi diskusi kelompok terarah (FGD), dan mewawancarai lebih dari 90 orang di empat desa, mulai dari laki-laki muda dan perempuan muda hingga orang tua dan pejabat pemerintah.
Tim juga melakukan analisis statistik dan pemetaan spasial terhadap kecenderungan demografi dan sosial ekonomi di wilayah tersebut. Hasilnya diperiksa silang untuk memastikan keakuratan dan keterwakilan serta merumuskan rekomendasi kebijakan praktis. Secara keseluruhan, temuan menunjukkan bahwa angkatan kerja muda di Kabupaten Maros jumlahnya besar dan bertumbuh.
Kelompok individu berusia 15–24 tahun, terutama di daerah peri- urban (Turikale, Mandai, dan Bontoa), menyumbang 16 persen dari total angkatan kerja. Angkatan kerja muda didominasi oleh laki-laki, terutama pada rentang usia 20–29 tahun, sementara jumlah angkatan kerja perempuan pada rentang usia tersebut merupakan yang terendah. Pada 2020, dari keseluruhan sektor, 32 persen laki-laki muda (18–30 tahun) bekerja di sektor pertanian dan kehutanan, sedangkan 10 persen di sektor konstruksi.
Di kalangan perempuan muda, persentasenya lebih rendah, masing-masing sebesar 20 persen dan nol persen, sementara 27 persen bekerja di perdagangan grosir dan eceran.
Kesempatan kerja di daerah pedesaan terus meningkat dan tingkat pengangguran di daerah perkotaan secara keseluruhan lebih tinggi. Pada 2020, tingkat pengangguran naik menjadi 6,7 persen (dibandingkan dengan 4,9 persen pada 2019), kemungkinan karena pandemi COVID-19.
Temuan kualitatif menunjukkan bahwa di empat desa yang representatif, kaum muda menghadapi tantangan berat untuk memulai dan mempertahankan mata pencaharian berbasis
pertanian, akuakultur, dan perikanan. Meskipun menjadi sumber pekerjaan utama di kalangan laki-laki muda, mata pencaharian berbasis pertanian semakin tidak aman karena masalah pewarisan tanah, penurunan produktivitas pertanian, dan perambahan lahan untuk pembangunan infrastruktur.
Di daerah pesisir, kaum muda menghadapi ketidakpastian yang sama. Mereka berjuang
untuk mendapatkan kesempatan kerja layak di bidang perikanan dan akuakultur akibat menurunnya hasil panen. Kaum muda baik perempuan maupun laki-laki cenderung memandang pekerjaan terkait pertanian atau perikanan kurang menguntungkan dan lebih memilih pekerjaan sektor jasa di daerah perkotaan.
Mengingat kendala ini, semakin banyak perempuan muda dan laki-laki muda berpindah ke daerah lain di dalam dan luar negeri untuk mencari peluang ekonomi baru. Namun, kondisi tenaga kerja di luar negeri seringkali buruk.
Banyak perempuan mengalami diskriminasi berbasis gender. Sebagian anak muda juga memilih tetap tinggal di desa dan mendirikan kewirausahaan baru seperti usaha ekowisata sebagai upaya untuk menciptakan masa depan mereka sendiri.
Untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi kaum muda dalam mempertahankan mata pencaharian yang layak, pemerintah Indonesia memprioritaskan program pendidikan kejuruan (SMK) guna meningkatkan keterampilan kaum muda dan memperluas pilihan kerja.
Terlepas bahwa kebijakan dan program pendidikan kejuruan telah membekali lulusan SMK dengan pelatihan dan keterampilan bekerja di beberapa industri, masih terdapat banyak kesenjangan kebijakan. Kesenjangan ini meliputi mutu pengajaran dan aksesibilitas, representasi gender, kurangnya koordinasi antara berbagai tingkat pemerintahan, kepercayaan dan komunikasi yang buruk dengan pihak industri, dan ketidaksesuaian antara pekerjaan dan keterampilan para lulusan.
Klik di sini untuk membaca laporan selengkapnya, ‘Memahami penghidupan dan aspirasi generasi muda dalam menghadapi perubahan dan pembangunan agraria di Sulawesi Selatan’
Kurangnya kemauan politik untuk meningkatkan pendidikan kejuruan, berdasarkan arahan nasional dari atas ke bawah, berkaitan dengan pendanaan terbatas dan desentralisasi pendidikan. Diperlukan koordinasi dan komunikasi yang lebih baik di seluruh lembaga dan tingkat pemerintahan serta hubungan lebih erat dengan pihak industri.
Seiring terus berkembangnya Sulawesi Selatan, tekanan terhadap sebagian keluarga petani di pedesaan dan pesisir meningkat. Hal ini disebabkan penurunan produktivitas dan luas lahan pertanian, pembebasan lahan untuk pembangunan perkotaan atau infrastruktur, dan pergeseran aspirasi kerja ke sektor non-pertanian di perkotaan.
Kaum muda semakin bergantung pada bentuk mobilitas baru, sumber pendapatan yang beragam, dan akses ke keterampilan baru dan kesempatan pendidikan. Namun, pelatihan kejuruan tidak selalu dapat mengatasi masalah ini atau memberikan cukup alternatif kepada kaum muda. Program tersebut juga membutuhkan evaluasi dan perbaikan lebih lanjut.
Berikut ini beberapa rekomendasi dari hasil penelitian kami:
1. Melaksanakan program di tingkat provinsi dan kabupaten yang memberi insentif kepada kaum muda untuk melanjutkan pendidikan di sekolah kejuruan bermutu tinggi. Menyediakan beasiswa pendidikan tinggi yang secara khusus menyasar kaum muda berlatar belakang kurang mampu.
2. Mempercepat redistribusi kepemilikan lahan yang sah secara hukum kepada petani kecil untuk mendukung mata pencaharian dan ketahanan pangan mereka. Memastikan kompensasi adil dan alternatif penghidupan yang sesuai bagi para petani atas pembebasan lahan mereka untuk pembangunan infrastruktur.
3. Memanfaatkan rencana pembangunan infrastruktur sebagai kesempatan untuk membekali generasi muda di daerah setempat dengan keterampilan baru.
4. Menyesuaikan pelatihan kejuruan dan kesiapan kerja untuk memenuhi kebutuhan pemberi kerja sehingga meningkatkan kesempatan bagi lulusan SMK supaya menjadi tenaga kerja terampil.
5. Mengidentifikasi kesempatan pelatihan di SMK berdasarkan gender dan desa tertentu di daerah pedesaan dan pesisir, seperti manajemen pariwisata dan ritel, pertanian berkelanjutan dan manajemen rantai pasokan serta pelatihan sektor otomotif.
6. Mengembangkan insentif dan sanksi berdasarkan kinerja kelembagaan yang mencakup sekolah dan dinas terkait. Upaya ini dapat menggunakan model pendanaan terpadu yang memanfaatkan sumber publik dan swasta serta akan membutuhkan kepemimpinan dan kemauan politik.
7. Menumbuhkan budaya belajar sepanjang hayat dengan membangun hubungan dengan dunia usaha dan industri serta memberikan pelatihan dan dukungan bagi guru untuk meningkatkan relevansi pelatihan kejuruan dan pengalaman kerja siswa SMK.
8. Memperkuat kolaborasi, komunikasi, dan kepercayaan di antara pemerintah, pelaku usaha, dan aktor non-negara seputar permintaan tenaga kerja di bidang industri dengan memanfaatkan forum pemangku kepentingan.
9. Meluncurkan kampanye dan mempromosikan kegiatan SMK dengan dukungan media untuk mengurangi stereotip negatif terkait SMK.
Gambar fitur oleh PAIR.