Dampak pengetahuan pribadi dan persepsi risiko terhadap efektivitas intervensi perubahan perilaku tentang COVID-19 di Jakarta dan Sulawesi Selatan
Untuk mengatasi dampak COVID-19, masyarakat Indonesia telah diminta untuk mengambil langkah-langkah yang menimbulkan gangguan bagi kehidupan sehari-hari dan, bagi banyak orang, seringkali sulit untuk diikuti mengingat situasi hidup dan pekerjaan mereka.
Langkah-langkah yang dimaksud meliputi menjaga jarak sosial, tinggal di rumah, memakai masker, dan meningkatkan cuci tangan.
Langkah-langkah pengendalian dirancang untuk menghentikan penularan virus dan memperkenalkan langkah-langkah ini sangat penting untuk membatasi penyebaran dari orang yang terinfeksi serta meminimalkan risiko melalui peningkatan higiene. Di satu titik, Indonesia enghadapi tingkat infeksi COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara, yang menyebabkan tekanan besar pada sistem kesehatan dan meluasnya penyakit di tengah masyarakat. Virus ini telah menjangkiti 4,5 juta orang di seluruh negeri, meskipun diperkirakan angkanya lebih tinggi daripada aporan resmi.
Unduh “Dampak pengetahuan pribadi dan persepsi risiko terhadap efektivitas intervensi perubahan perilaku tentang COVID-19 di Jakarta dan Sulawesi Selatan” disini
Mengingat bahwa kepatuhan terhadap langkah-langkah pengendalian sangat penting dalam keberhasilan untuk melindungi orang dan sistem, laporan ini mencermati serapan pesan publik tentang COVID-19. Memahami kompleksitas seputar perubahan perilaku merupakan bagian integral dalam mengelola krisis kesehatan, terutama di negara-negara berpenduduk padat seperti Indonesia. Tim di balik penelitian ini memilih dua komunitas untuk mengeksplorasi tingkat kepatuhan umum terhadap langkah pengendalian COVID-19: peserta dari ibu kota Jakarta dan provinsi Sulawesi Selatan ditanyai tentang pengetahuan, sikap dan praktik, persepsi risiko, keyakinan, dan kepercayaan kepada pemerintah serta langkah pengendalian.
Secara keseluruhan, peserta dari Jakarta melaporkan tingkat kepatuhan lebih tinggi terhadap langkah pengendalian, tingkat perilaku berisiko yang lebih rendah, literasi kesehatan yang lebih tinggi, dan keyakinan yang lebih akurat dibandingkan dengan responden dari Sulawesi Selatan. Peserta di Jakarta juga melaporkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi kepada pemerintah dan tingkat sikap negatif yang lebih rendah mengenai tingkat pengendalian pemerintah. Temuan menunjukkan bahwa individu dengan tingkat melek huruf dan pendidikan lebih tinggi yang enunjukkan keyakinan lebih akurat lebih cenderung melaporkan kepatuhan terhadap perilaku perlindungan COVID-19.
Sementara itu, masyarakat di Sulawesi Selatan melaporkan tingkat partisipasi lebih tinggi dalam perilaku yang dianggap berisiko menularkan COVID-19 dibandingkan dengan di Jakarta.
Studi ini juga menunjukkan bahwa pengalaman pribadi seseorang terhadap COVID-19 belum tentu merupakan prediktor yang baik akan persepsi risiko tingkat tinggi, yang dapat diasumsikan memotivasi kepatuhan. Elemen penting dari hal ini adalah bahwa rendahnya kepercayaan epada pemerintah terkait dengan perilaku kepatuhan yang rendah, terutama di Sulawesi Selatan.
Hasil studi kami menunjukkan bahwa kepercayaan kepada pemerintah adalah moderator kuat akan kaitan tradisional yang ada antara persepsi risiko tinggi dan kepatuhan terhadap arahan kesehatan masyarakat. Orang yang merasa memiliki tingkat risiko tinggi dalam kondisi kesehatan seperti COVID-19 biasanya lebih cenderung mematuhi arahan kesehatan masyarakat yang dirancang untuk melindungi mereka. Namun, yang kami amati di Makassar adalah bahwa kaitan ini lemah dan hal ini diiringi dengan rendahnya kepercayaan kepada pemerintah. Rekan penulis Indonesia kami mengonfirmasi bahwa tata pemerintahan COVID-19 di Makassar buruk dan hal ini diperparah oleh ketidakstabilan politik serta kompleksitas yang melekat pada struktur pemerintahan. Struktur administrasi yang terdelegasi di Indonesia mengakibatkan banyak aktor pemerintahan mengomunikasikan dan mendorong tindakan yang terkadang bertentangan. Mungkin juga ada penjelasan lain yang masih harus dieksplorasi. Kerumitan bertambah dengan banyaknya responden yang telah mengalami kehilangan anggota keluarga akibat COVID-19; hal ini tentunya juga dapat menjelaskan kepatuhan di beberapa daerah. Kemungkinan besar hal ini adalah timbal-balik yang kompleks dari sejumlah variabel.
Temuan-temuan lain termasuk peran penting pemerintah daerah dalam mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap intervensi kesehatan masyarakat. Seorang peneliti mengidentifikasi beberapa faktor yang terkait dengan buruknya tata pemerintahan dalam respons COVID-19 lokal yang secara langsung terkait dengan penolakan publik terhadap dan demonstrasi menentang kebijakan kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa tata pemerintahan yang baik dapat menjadi penentu paling penting dalam penerimaan dan kepatuhan publik.
Pada akhirnya, laporan ini mengajukan rekomendasi kunci untuk semua tingkat pemerintahan untuk membantu memberi bobot pada keputusan kebijakan seputar pesan publik yang penting.
Komunikasi risiko tidak boleh diarahkan pada penghindaran risiko, tetapi untuk memberikan informasi kepada publik dan menyajikan pernyataan yang jelas, konsisten, dan adil guna meningkatkan kepercayaan sebagai tujuan utama.
Foto oleh Viki Mohamad on Unsplash