Jalan menuju pemulihan: Menilai risiko pekerjaan dan dampaknya terhadap pariwisata—industri yang paling terpukul pandemi di Indonesia
Sektor pariwisata merupakan pendorong signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia—sedemikian pentingnya hingga negara ini berusaha membuka pintu bagi wisatawan internasional di tengah pandemi COVID-19.
Tetapi lonjakan kematian akibat COVID-19 baru-baru ini dan penambahan kasus yang berlipat ganda secara tiba-tiba menggagalkan rencana tersebut. Sebagaimana temuan dalam laporan ini, banyak orang di kelompok rentan yang menggantungkan mata pencaharian pada pariwisata yang paling terdampak oleh situasi tidak pasti yang masih berlangsung.
Penelitian kami menunjukkan bahwa perempuan, pekerja muda, dan para pekerja berpendidikan rendah mengalami kerentanan kerja yang lebih tinggi dalam industri pariwisata. Oleh karena itu ketika pandemi melanda, mereka pun menjadi lebih rentan secara ekonomi. Laporan ini juga menunjukkan bahwa meskipun Bali adalah tujuan wisata utama Indonesia dan yang paling terpukul oleh hilangnya wisatawan, empat provinsi mengalami dampak yang sangat parah akibat COVID-19, dan berkontribusi pada 62 persen dari keseluruhan kehilangan pekerjaan.
Unduh “Jalan menuju pemulihan: menilai risiko pekerjaan dan dampaknya terhadap pariwisata—industri yang paling terpukul pandemi di Indonesia” disini
Untuk memberi gambaran pada situasi saat ini, pada tahun 2019, setahun sebelum COVID-19 memaksa batas-batas wilayah di dunia ditutup, lebih dari 12 juta orang di Indonesia bekerja di sektor perjalanan dan pariwisata. Angka ini termasuk pekerja yang dipekerjakan secara langsung dan orang-orang yang bekerja di rantai pasok industri pariwisata. Indonesia menarik 16,1 juta pengunjung internasional yang menyumbang US$15,8 miliar (223 triliun rupiah) bagi perekonomian. Nilai pariwisata domestik dan internasional dalam produk domestik bruto (PDB) nasional adalah 5,7 persen.
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan disrupsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam sembilan bulan pertama tahun 2020, industri pariwisata Indonesia diperkirakan kehilangan US$14 miliar (Rp 202 triliun). Ini menyebabkan penurunan 1,6 persen PDB, berkurangnya 1,7 persen pendapatan pribadi, dan 3,4 juta hilangnya pekerjaan.
Banyak dari pekerjaan di industri pariwisata tersebut diisi oleh orang-orang dari kelompok rentan dan terpinggirkan.
Di seantero negeri, runtuhnya sektor pariwisata mengakibatkan 3,1 persen pekerja perempuan, 2,7 persen pekerja muda, 3,1 persen pekerja berpendidikan rendah, dan 2,3 persen pekerja berpenghasilan rendah menghadapi tingkat kerentanan kerja yang tinggi.
Baca laporan “Jalan menuju pemulihan pariwisata” dalam bentuk slide presentasi disini
Penelitian ini memberikan bukti penting bagi para pembuat kebijakan untuk membuat keputusan strategis jangka pendek dan jangka panjang terkait alokasi paket stimulus pemerintah.
Jalan menuju pemulihan membutuhkan solidaritas dan kolaborasi pada industri ini dan pemerintah. The Australia-Indonesia Centre berkontribusi pada tujuan ini dengan mengidentifikasi komunitas rentan dan terpinggirkan, yang sangat terdampak oleh turunnya sektor pariwisata. Dengan demikian kelompok yang paling mengalami kesulitan ekonomi dapat memperoleh dukungan dan kesempatan untuk mendapatkan kembali mata pencaharian mereka.
Laporan ini menyampaikan tiga rekomendasi utama terkait prioritas pemerintah guna membantu para pembuat kebijakan melakukan pemulihan akibat COVID-19:
- Memfokuskan pembuatan kebijakan pada lima daerah yang paling terdampak untuk membantu kompensasi upah, pelatihan keterampilan atau relokasi pekerjaan, yang akan memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan demi memastikan tersedianya mata pencaharian masyarakat di daerah-daerah tersebut.
- Mempromosikan pariwisata domestik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kampanye nasional untuk pariwisata lokal yang memasukkan opsi wisata skala kecil atau khusus.
- Merumuskan strategi pemulihan pariwisata yang menyatukan semua pemangku kepentingan dengan memprioritaskan kelompok rentan dalam perencanaan untuk pelatihan ulang dan/atau pengembangan keterampilan, khususnya dalam ekonomi digital.
Foto oleh Sarah Arista on Unsplash